SAINT PETERSBURG -- Rencana Amerika Serikat (AS) untuk menyerang Suriah mendapat tentangan keras dari sejumlah kepala negara anggota G-20.
Dari 20 negara yang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Saint Petersburg, Rusia, sekitar 10 negara menyatakan menolak usulan Presiden AS Barack Obama yang akan menyerang rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Presiden Rusia Valdimir Putin mengatakan, pihaknya akan membantu Suriah jika benar-benar terjadi invasi militer di sana, Jumat (6/9) waktu setempat. Putin mengatakan, terdapat bukti terbaru adanya penggunaan senjata kimia oleh pemerintahan Bashar al-Assad, namun itu tidak cukup meyakinkan. Walau tidak menjelaskan detail dukungan yang akan diberikan Rusia kepada Suriah, tapi seperti dikutip dari kantor berita Interfax, kapal pendarat besar Nikolai Filchenkov sudah menuju pantai Suriah.
"Kapal tersebut akan berlabuh di Novorossiysk untuk mengambil kargo khusus di kapal dan menuju ke daerah yang ditunjuk dinas militer di Mediterania timur," tulis Interfax. Putin menuturkan, justru pihak oposisi yang menggunakan senjata kimia untuk memprovokasi militer internasional agar melawan pasukan Assad.
Putin mengklaim, penolakan serangan militer ke Suriah didukung mayoritas kepala negara anggota G-20. Dari 20 kepala negara yang hadir, yang tegas menolak serangan militer ke Suriah adalah Rusia, India, Afrika Selatan, Argentina, Brasil, Indonesia, dan Cina.
Klaim serupa juga disampaikan Obama. Menurutnya, serangan militer ke Suriah didukung kepala negara anggota G-20. Negara yang menandatangani kesepakatan bersama AS adalah Australia, Kanada, Prancis, Italia, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Spanyol, dan Inggris. Perdana Menteri Inggris David Cameron mendukung serangan militer ke Suriah meski tak mendapat dukungan parlemennya.
Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan, Prancis masih akan menunggu hasil inspeksi PBB atas tuduhan penggunaan senjata kimia dalam kisruh di Suriah yang rencananya akan dirilis pertengahan atau akhir September mendatang. Ia juga menekankan dukungan negaranya atas rencana serangan militer ke negeri Bashar al-Assad itu.
Menlu Australia Bob Carr, seperti dikutip dari Melbourne Herald Sun, mengatakan, posisi negaranya sudah tepat untuk menyerang Suriah. "Kalau dunia internasional tidak merespons dengan benar situasi di Suriah saat ini, akan ada diktator lainnya yang akan berpikir mereka boleh menggunakan senjata kimia untuk membunuh anak-anak," kata Carr.
Perdana Menteri India Manmohan Singh mengatakan, negaranya menolak segala bentuk aksi militer ke Suriah. Menurut Singh, kejadian di Suriah harus dalam cakupan PBB. Ia menjelaskan, serangan senjata kimia di Suriah perlu mendapat penjelasan yang lebih komprehensif dan ini menunggu hasil penyelidikan PBB. "Apa pun yang terjadi di Suriah harus berada di dalam kerangka PBB. Tidak boleh di luar PBB," kata Singh.
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyeru kepada masyarakat internasional untuk tidak mengambil opsi tindakan militer dalam penyelesaian konflik di Suriah. Indonesia memilih opsi politik dan di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Tindakan militer untuk menghukum dan mencegah Suriah menggunakan senjata kimia, dan tanpa mandat PBB, bukan opsi yang tepat," kata Presiden SBY dalam keterangan pers kepada wartawan Indonesia, di Hotel Grand Emerald, Saint Petersburg, Rusia, Jumat (6/9) pukul 18.00 waktu setempat atau 21.00 WIB.
Para pemimpin dunia terpecah ke dalam dua arus utama dalam pilihan penyelesaian konflik Suriah. Arus pertama menghendaki penggunaan kekuatan militer untuk menghukum Pemerintah Suriah yang diduga menggunakan senjata kimia, dengan atau tanpa mandat PBB. Sedangkan arus lainnya berpendapat, tindakan terhadap Suriah harus dengan mandat PBB, dalam hal ini Dewan Keamanan.
Perdebatan mengenai langkah internasional terhadap Suriah tersebut berlangsung alot hingga tengah malam. Indonesia, ujar Presiden SBY, memilih opsi kedua. "Yang diperlukan adalah aksi politik, dengan mandat dari PBB, dan lakukan gencatan senjata," kata Presiden menegaskan.
Menurut Presiden SBY, penyelesaian konflik Suriah harus memuat tiga elemen utama. Pertama, kekerasan harus segera diakhiri. Kedua, dengan diakhirinya perang saudara maka bantuan kemanusiaan yang selama ini macet bisa dijalankan kembali. Ketiga, tanpa opsi tindakan militer. "Tapi opsi politik," ujar Presiden SBY.
Sikap Kongres AS juga terpecah terkait usulan Obama. Berdasarkan laporan Washington Post, hanya 23 anggota senat yang menyetujui penyerangan ke Suriah sedangkan 17 anggota lainnya menolak.
Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy mengatakan, konflik Suriah tidak bisa dipecahkan dengan solusi militeristik. "Hanya solusi politiklah yang bisa menghentikan pertumpahan darah di sana," katanya. Ia menambahkan, UE menghormati pendapat yang ingin ada aksi militer di Suriah. Namun, respons atas Suriah haruslah datang dari PBB. (rep05)