PEKANBARU - Bupati Kampar, Jefri Noer, merasa keberatan rumah mewahnya di Jalan Gelugur No 12 RT 12/RW 03 Tangkerang disita oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dia menilai pengadilan tak berhak menyita rumah tersebut.
Hal itu dikatakan, Abdul Heris Rusli SH MH, kuasa hukum Jefri Noer. Penyitaan dilakukan Selasa (13/8/2013) lalu karena Jefri Noer terlilit hutang sebesar Rp4 miliar pada mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Fahri Qasim.
"Rumah itu tengah dalam masa tanggungan atau diagunkan ke Bank Nasional Indonesia (BNI). Jadi, tidak boleh diambil," kata Abdul Heris Rusli, pada wartawan, Rabu (14/8/2013).
Heris menilai, pihak pengadilan dianggap tidak mengerti proses hukum. Sebab, Jefri Noer sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus ini.
"Artinya, masih ada proses hukum yang harus dilalui lagi. Seharusnya dihormati pihak pengadilan. Beda halnya, kalau tidak ada proses hukum lagi," jelas Abdul.
PK itu, kata Heris, sudah diajukan ke MA beberapa waktu lalu dan sedang diproses. Dalam PK Itu diajukan bukti baru terkait perjanjian utang piutang dengan Fahri Qasim. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa usaha di jalan Hendra Fahri Qasim.
"Hendra merupakan anak Fahri Qasim. Selama mengelola perusahaan yang dipercayakan klien kami, Hendra tidak pernah melaporkan keuntungan perusahaan yang dikelolanya," sebut Heris.
Menurut Heris, akad perjanjian yang menyatakan Jefri wajib memberi Rp10 juta dari keuntungan perusahaan tidak bisa ditunaikan. "Bagaimana dibayarkan. Keuntungan saja tidak pernah dikasih tahu oleh anak dari Fahri Qasim," tegasnya.
Heris menjelaskan, pinjaman awal Rp400 juta, sudah pernah dibayar Jefri Noer di tahun 2001. "Artinya, utang ini sudah lunas. Tinggal komisi dari peminjaman kalau ada untung. Sedangkan untungnya tidak pernah diberi tahu anak Fahri, bagaimana mau dibayar," tutur Heris. (rep1)