Sosialita

Karena Sentuhan Abadi


Bertahun-tahun aku coba menyisihkan sedikit demi sedikit uang dari hasil peras keringat menjadi seorang buruh serabutan. Semua itu kulakukan demi sibungsuku yang terlahir dengan kekurangan di celah bibir dan langit-langit-nya agar sedikit sempurna meski tak bisa menyerupai bibir kebanyakan orang yang terlahir sempurna sepertiku dan lainnya. Namun, dibalik cobaan ini, selalu saja ada cobaan-cobaan lainnya hingga uang yang aku kumpulkan bertahun-tahun untuk membiayai operasi bibir sumbing anakku itu tak pernah mencukupi karena istriku, Nurmawati (47) juga mengalami sakit serius di payudaranya dan memerlukan biaya yang tidak sedikit di tahun 2009 silam.

Sebelum kuurai panjang lebar kisahku dan anakku, Bambang Sugianto (10) yang biasa dipanggil Ganang, aku diberi nama oleh kedua orangtuaku Bambang Sukamto, usiaku kini mendekati 50 tahun. Singkat cerita, diakhir 2011, aku mendapatkan informasi bahagia yang semula aku kira hanya kabar isapan jempol semata. Ya, adik iparku yang bekerja di kota Pekanbaru, Riau menyampaikan kabar kalau dirinya memperoleh informasi yang berharga bahwa di RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru ada program operasi bibir sumbing dan langit-langit gratis.

Semula aku tak terlalu menghiraukan informasi yang berharga itu meski berharap besar seandainya anakku juga ikut menjadi salah satu pesertanya. Sebab, yang ada di dalam benakku bahwa operasi bibir sumbing seperti itu tak ubahnya seperti produk iklan yang ujung-ujungnya terjebak dengan mengeluarkan uang dengan alasan untuk biaya administrasi.

Beruntung, adik iparku terus meyakinkan kalau semuanya biaya operasi dan obat-obatan juga digtariskan termasuk ruang perawatan oleh pihak RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru. Apalagi aku bukanlah warga Pekanbaru atau kabupaten lainnya di Riau, tentulah kekwatiran menghantui karena dalam benakku pasti akan mendapatkan kesulitan karena aku adalah warga Dusun Pondok Kroyok, Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara sementara program oprasi gratis dilaksanakan di Pekanbaru.

Tetapi, lagi-lagi adik iparku terus meyakinkan bahwa misi kemanusian jalinan kasih operasi bibir sumbing dan langit-langit gratis yang ditaja RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru tak memandang pesertanya berdomisili dimanapun, semuanya akan dilayani dengan baik karena operasi bibir sumbing dan langit-langit gratis ini diperuntukan mengembalikan senyum bagi mereka yang menyandang cacat dengan latar belakang keluarga tak mampu sepertiku ini asal mampu datang ke RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru.

Berkat terus diyakinkan adik iparku, yang kabarnya informasi operasi bibir sumbing gratis ini diperolehnya dari Ibu Sarahtul Hayati Kamal, sekaligus pihak panitia kegiatan yang bekerja di RS Islam Ibnu Sina, akhirnya diawal tahun 2012, tepatnya, Kamis, 10 Januari 2012 lalu, aku dan istriku memboyong Ganang dari Labuhan Batu ke Pekanbaru sambil terus berdoa dengan penuh harapan dalam perjalanan yang membutuhkan waktu 9 jam, tak jarang aku mengkhayal kelak bungsuku, Ganang akan kelihatan ganteng tanpa ada cacat di bibirnya sehingga dia tak minder lagi jika bermain dengan teman-temannya seperti yang sering terjadi sebelum dioperasi.

Sesampainya di Pekanbaru, usai rehat semalaman, pagi harinya aku dan istriku bersama Ganang di boyong ke RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru. SubahanAllah! sesampainya di RS Islam Ibnu Sina, aku dan keluargaku disambut dengan penuh ramah dengan Ibu Sarah. "Luar biasa", kata itulah yang kerab terucap di bibir ini mendapatkan pelayanan dari rumah sakit yang tak pernah sebelumnya aku temukan, apalagi aku datang ke rumah sakit itu hanya berharap belas kasih agar anakku dioperasi, walaupun jika diminta mengabdi menjadi kuli apapun di rumah sakit itu pasti aku akan lakukan seusai anakku dioperasi meski keringatku gantinya tanpa harus mendapat imbalan. Sebab, dengan cara itulah aku bisa membalas budi baik mereka (RS Islam Ibnu Sina dan Ibu Sarah serta para tim dokter yang menangani anakku). Karena, informasi yang aku dapat, untuk mendapatkan pelayanan operasi bibir sumbing, normalnya harus merogoh saku hingga Rp5 juta diluar obat-obatan dan lainnya.

Inilah yang harus aku katakan, "Karena Sentuhan Abadi" itu anakku tak minder lagi dan sehari setelah dioperasi ia langsung meminta untuk disekolahkan. Allahuakbar! Alahamdulillah ya Allah. tak henti-hentinya aku memeluk anakku kala itu usai keluar dari ruang operasi yang berada tak jauh dari ruang rawat yang diberikan dengan gratis kepada anakku di rumah sakit itu.

Terima kasih aku ucapakan kepada RS Islam Ibnu Sina dan Ibu Sarah yang telah banyak membantu kami. Sulit aku bayangkan mendapat berkah seperti ini, kami dilayani dengan baik mulai proses pengisian formulir hingga selama anakku mendapat pelayanan operasi bibir sumbing gratis ini. Sekali lagi aku ucapkan, terus terang, tak pernah kami dapatkan pelayanan rumah sakit di kampung halaman seperti yang diberikan RS Islam Ibnu Sina.

Keberuntungan ini aku harap tak berhenti sampai didiriku saja, aku yakin masih banyak anak dari pekerja serabutan yang bernasib serupa. Mereka juga mengharapkan kepedulian RS Islam Ibnu Sina, semoga senyum anak-anak yang mengalami kelainan celah bibir dan langit-langit dapat kembali karena sentuhan abadi dari para dermawan. Aku berharap program ini dapat terus berlanjut kepada orang lain sampai penderita yang sama semakin banyak yang tertolong dan tersenyum.

Operasi bibir anakku selesai kala itu, anakku tetap mendapat perawatan di ruang yang telah disediakan pihak rumah sakit. Dua hari mendapatkan perawatan, tak bosennya Ibu Sarah memantau langsung Ganang dengan mendatangi ruang rawat. Bahkan, tak jarang Ibu Sarah terus memberi semangat anakku sambil membalas acungan jempol serupa dari anakku diringi saling berbalas senyum mengisarat Ganang sekarang sudah jauh lebih tampan dari sebelumnya. Ya, kala itu anakku memang masih dilarang untuk banyak berbicara oleh dokter karena diwanti-wanti jahitan operasi bibirnya akan tak sempurna karena banyak pergerakan di bibir jika terlalu banyak berbicara. Tak lupa juga aku sampaikan ribuan terima kasih kepada tim dokter yang telah bekerja keras memberikan kesempurnaan di bibir anakku.

Usai dokter menyatakan bahwa kami diperbolehkan pulang, rasanya kesedihan bercampur bahagia tertumpuk menjadi satu di rumah sakit itu. Hanya ucapan Ibu Sarah yang selalu aku ingat bahwa kegiatan itu akan terus berlanjut sejak dilangsungkan tahun 2008 silam, kala itu, sebelum kami berpamitan dengan Ibu Sarah, beliau menyatakan bahwa pihak RS Islam Ibnu Sina telah mengoperasi gratis bibir sumbing dan langit-langit gratis kurang lebih 400 jiwa dari berbagai daerah. Ini artinya karena sentuhan abadi itu banyak anak yang terlahir dengan kekurangan di cela bibir kembali tersenyum karena lepas dari keminderan. SubahanAllah!

Kini, aku kembali mendapatkan kabar baik lagi dari Ibu Sarah, bahwa usai lebaran di bulan Agustus 2013 mendatang, anakku Ganang akan kembali mejalani operasi lanjutan pada langit-langit-nya. Karena selain mengalami cacat di sela bibir, anakku juga mengalami kelaianan di langit-langit-nya sehingga sejak kecil ia tak pernah mengetahu bagaimana enaknya rasa buah-buahan, termasuk makanan yang berbentuk padat seperti roti kering dan lainnya. Semoga dengan operasi lanjutan langit-langit-nya, Ganang nantinya bisa merasakan enaknya makanan seperti yang dikonsumsi oleh orang-orang normal.

Memang, tak seluruhnya manusia terlahir sempurna. Di balik cobaan yang diberi Allah kepada hambanya, pasti ada yang tidak sempurna, ada yang memiliki organ lengkap tapi tak bisa difungsikan. Ini mengisaratkan bahwa di balik kesempurnaan manusia pasti ada kekurangannya. Tinggal bagaimana kita menyingkirkan kekurangan itu dengan Tawakal dan usaha. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi diriku ke depannya dan orang-orang di sekelilingku akan hidup tanpa penyesalan. Yakinlah, di balik cobaan yang diberikan Allah SWT pasti dibukakan jalan menuju kebaikan. Amin. (rep/01)