WASHINTON, - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani keputusan kontroversial mengenai pengungsi dan para pengunjung dari negara-negara mayoritas muslim. Perintah ini membatasi masuknya pengunjung dari Suriah dan enam negara mayoritas muslim lainnya selama 90 hari.
Menurut Gedung Putih seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (28/1), keenam negara tersebut adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman. Disebutkan bahwa selama setidaknya 90 hari ini, pemerintah AS akan membatasi pemberian visa bagi warga dari Suriah dan enam negara tersebut.
"Saya sedang mengambil langkah-langkah pemeriksaan baru untuk membuat para teroris Islam radikal menjauh dari AS. Saya tidak menginginkan mereka di sini," kata Trump di Pentagon.
"Kami hanya ingin menerima mereka yang akan mendukung negara kita dan yang sangat mencintai rakyat kita," imbuh Trump.
Kelompok-kelompok hak-hak sipil mengecam langkah Trump ini sebagai diskriminasi. Langkah ini akan menyebabkan para pengungsi terlantar di tempat-tempat berbahaya dan akan merusak reputasi AS sebagai tanah yang menyambut para imigran.
Keputusan Trump ini langsung berdampak. Hal ini menimbulkan kekacauan bagi warga Arab-Amerika yang anggota keluarganya berencana akan pergi ke AS. Dikatakan Abed A. Ayoub, direktur kebijakan dan legal Komite Antidiskriminasi Arab-Amerika, perintah Trump ini akan berdampak pada para pemegang kartu hijau yang bepergian, mahasiswa dan orang-orang yang datang ke AS untuk berobat dan lainnya.
Langkah Trump ini menuai kecaman dari Partai Demokrat, kelompok-kelompok HAM dan kemanusiaan.
"Air mata mengalir ke pipi Patung Liberty malam ini karena tradisi hebat Amerika, menyambut para imigran yang telah ada sejak Amerika berdiri, telah diinjak-injak," cetus Senator Chuck Schumer dari Partai Demokrat.
"Menerima para imigran dan pengungsi bukan hanya soal kemanusiaan, namun juga telah meningkatkan perekonomian kita dan menciptakan lapangan kerja selama beberapa dekade. Ini salah satu perintah eksekutif paling mundur dan buruk yang telah dikeluarkan presiden," katanya.(nt/rd)