JAKARTA - TNI akan memiliki panglima baru. Jenderal Gatot Nurmantyo akan menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru Rabu (8/7/2015). Dia akan dilantik Presiden Joko Widodo di Istana menggantikan Jenderal Moeldoko.
"Ya, saya mendapatkan informasi akan dilantik menjadi panglima. Saya persiapan doa saja," kata Gatot saat ditemui dalam acara buka bersama TNI di Cilangkap.
Masih menjabat sebagai KSAD saat diwawancara, lulusan Akademi Militer 1982 itu menolak untuk menyebutkan program apa saja yang akan dia lakukan saat menjadi panglima. "Nanti lah kalau itu," ucapnya.
Bagi Gatot, menjadi panglima adalah bagian dari tugas. Dia akan melakukan yang terbaik demi menjalankan tugas dengan maksimal. Secara pribadi, Gatot menyatakan tidak akan ada yang berubah. Seperti yang selama ini dia tunjukkan ketika menjabat Pangdam V Brawijaya sampai Kepala Staf Angkatan Darat.
"Gaya berpakaian saya akan tetap seperti ini, selama saya tidak jadi gemuk. Semoga tidak gemuk ya," katanya seraya tersenyum. "Saya juga akan terus bermain sepak bola," imbuhnya.
Gatot memang sosok jenderal yang gila olahraga. Semasa menjadi Pangdam V Brawijaya, dia sering menjalani pertandingan eksibisi sepak bola. Termasuk melawan tim media. Dia juga terbuka untuk berbagi ilmu. Sering dia memenuhi undangan universitas untuk menjadi dosen tamu. Salah satu materi yang banyak dia sosialisasikan adalah posisi Indonesia dalam proxy war.
Bagaimana hubungan dengan media? Gatot menyatakan akan tetap terbuka seperti sebelumnya. "Silahkan hubungi. Selama saya tidak sedang rapat atau telepon," katanya.
Dikonfirmasi di tempat yang sama, Panglima TNI Jenderal Moeldoko membenarkan tentang jadwal pelantikan penggantinya. "Besok siang (Rabu) dijadwalkan pelantikan panglima TNI yang baru. Untuk serah terima perlu persiapan, karena ada upacara besar," jelasnya.
Sementara itu, pengamat militer Wawan Purwanto menilai setumpuk pekerjaan besar sudah menanti Gatot setelah dia dilantik menjadi panglima. Salah satunya adalah sistem persenjataan (alutsista). Tragedi jatuhnya pesawat Hercules di Medan yang merenggut lebih dari 100 nyawa dan belasan di antara anggota TNI tidak boleh lagi terjadi.
"Alutsista lama tidak ekonomis. Jika itu pesawat, ternyata rusak dan pasti boros (anggaran)," kata Wawan.
Pekerjaan rumah lain untuk Gatot adalah terkait pengembangan alutsista dalam negeri. Pengadaan alutsista dari luar negeri harus dibarengi transfer of technology (TOT). Bahwa selama ini tidak semua negara rela melakukannya, hal itu harus mulai dinegosiasikan. "Jangan sampai negara partner maunya hanya transfer teknologi yang tertinggal," pesan Wawan.
Untuk mengakselerasi perkembangan teknologi pertahanan, riset dalam negeri harus dipacu. Menurut Wawan, Indonesia sudah memiliki senapan SS 1 maupun SS 2 yang sudah terbukti delapan kali menggondol juara dunia. Demikian pula Panser Anoa yang sudah mendunia.
"Apa yang menjadi produk unggul harus mampu kita terbitkan," tandasnya.
Dari sisi kemampuan, kata Wawan, kemampuan Indonesia tidak kalah. Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai untuk urusan pertahanan, terbukti dengan banyak tenaga terdidik dari tanah air yang bekerja di industri pertahanan mancanegara. "Tidak ada alasan untuk bisa mandiri. Komitmen kandungan lokal 60 persen, harus secara bertahap dan berencana diraih," ujarnya.
Masalah lain yang harus menjadi perhatian bagi Panglima TNI baru adalah perbatasan. Selama ini, kata Wawan, isu perbatasan selalu laten dengan tetangga. Sudah saatnya mewaspadai luberan siaran asing yang beredar luas di perbatasan. "Mereka pemancarnya lebih tinggi, diatas gunung, sementara kita di pantai, secara gak langsung mereka akan melakukan cuci otak," kata Wawan mengingatkan.
Hal itulah yang menyebabkan, banyak agitasi atau isu perlawanan didaerah perbatasan. Gerakan separatis selalu dimulai dari pinggiran. Ini karena, pemerintah pusat tidak lagi menjadi kiblat. "Ke depan, perlu secara khusus membentuk sistem pertahanan dari sisi frekuensi dan cyber," ujarnya.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah keberadaan satelit. Menurut Wawan, selama ini satelit yang dimiliki Indonesia selalu dicurigai ditempeli mata-mata. Wawan menilai, perlu ada upaya koordinasi agar masalah ini tidak terulang lagi. "Saya ingin lembaga sandi negara dilibatkan dalam pembelian satelit ini," katanya.(rep04)