ISLAM sangat penekankan umatnya untuk saling tolong menolong dalam hal kebajikan. Selain untuk mempererat hubungan sesema muslim, hal tersebut juga mampu melahirkan kekuatan tersendiri di tengah-tengah umat. Allah l berfirman;
????? ???????????? ????? ???????? ?????????????? ??????????? ?????? ????? ?????? ??????? ??????????
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (Al-Maidah [5] : 2).
Sikap salaling menolong dalam hal kebajikan juga sangat diperlukan dalam kehidupan rumah tangga. Sebab, di antara manfaat dari sikap saling menolong antar anggota keluarga tersebut akan mampu melahirkan keharmonisan. Terlebih, manakala saling kerja sama dan tolong menolong ini dalam urusan ibadah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat malam, kemudian membangunkan istrinya lantas ia ikut shalat bersamnya. Bila si istri enggan, maka ia memercikkan air di wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat malam, kemudian membangunkan suaminya lantas ia ikut shalat. Bila si istri enggan, maka ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Dawud).
Terasa beda antara keluarga yang kering dari ibadah malam dengan keluarga yang senantiasa menghiasi rumah tangga dengan ibadah malam. Kenikmatan akan dirasakan seluruh penghuni keluarga manakala ada nuansa ruhiyah di rumah tersebut. Betapa mesranya bila ada suami-istri saling bahu-membahu dalam mewujudkan sebuah kebaikan. Tak dielakkan lagi bahwa pilar kerja sama ini akan menghantarkan sebuah rumah tangga pada keharmonisan dan kebahagian. Terlebih lagi, bilamana Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kedua insan yang yang tergerak hatinya untuk saling bergandeng tangan dalam mewujudkan sebuah kebahagian lahir maupun batin. Pun demikian, berkaitan dengan masalah ibadah. Seorang suami yang tergerak hatinya membangunkan istri di malam hari tuk menunaikan sebuah amalan mulia di sisi Allah, bahkan tergolong amalan yang jarang di lakukan oleh manusia.
Duh, alangkah romantisnya bila ada seorang suami yang sudi membangunkan istrinya dengan dengan kelembutan untuk melaksanakan shalat malam. Demikian pula sebaliknya, seorang istri yang tergerak hatinya untuk membangunkan suaminya guna ikut serta dalam menikmati keheningan malan dengan bermunajat kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Untuk mewujudkan amalan yang mulia, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam memperkenankan baginya untuk memercikkan sedikit air ke wajah suami atau istri bilamana ia enggan untuk bangun guna meraih kemuliaan malam.
Percikan air yang didasari kasih sayang dan keimanan akan menumbuhkan semangat dalam meraih keridhaan Allah di saat-saat manusia terbuai dengan mimpi-mimpi indahnya, terutama di awal-awal membangun rumah tangga, seperti yang terjadi pada kisah berikut ini. Ketika Rayyah Al-Qassi menikahi seorang wanita lalu ia berhubungan dengan istrinya, dan ketika pagi telah menyingsing, istrinya baru bangun. Rayyah berkata, “Andaikan engkau ingin melihat wanita yang kurang bagus maka sesungguhnya engkau sudah cukup sebagai contoh.” Maka istrinya berkata, “Tidak lain aku menikah dengan Rayyah, si kasar ucapannya dan aku tidak menyangka menikah dengan seorang yang kasar dan keras wataknya.” Ketika malam tiba, Rayyah pura-pura tidur untuk menguji istrinya. Maka di seperempat malam, si istri bangun lalu memanggil, “Wahai Rayyah, bangunlah.” Rayyah menjawab, “Aku akan bangun.” Namun, ia tidak bangun. Kemudian si istri bangun lagi pada waktu seperempat yang lain dan berteriak, “Wahai Rayyah, bangunlah!” Rayyah menjawab, “Aku akan bangun.” Namun, ia tetap tidak bangun. Lalu, istrinya bangun pada waktu seperempat yang lain lagi dan berteriak, “Wahai Rayyah, bangunlah!” Rayyah menjawab, “Aku akan bangun.” Istrinya berkata, “Malam telah lewat dan orang-orang yang baik telah mengumpulkan bekal, sementara engkau masih terlelap dalam tidur. Duh, celakanya aku karenamu wahai Rayyah. Engkau telah menipuku.” Lalu si istri bangun dan melaksanakan shalat pada seperempat malam yang tersisa.” (Shifatush Shafwah).
Tutur kata yang lembut saat membangunkan adalah faktor utama dalam menumbuhkan semangat beribadah di malam hari. Karena, sangat sulit bagi seseorang untuk bangun malam.
Hendaklah suami-istri memahami kondisi seperti ini sehingga keduanya mampu mengambil sikap bijaksana saat mewujudkan ‘bulan madu’ di malam hari dengan beribadah kepada Allah.
Jangan sampai semangatnya yang membara menjadikannya bersikap kasar dan kaku, saat mendapati suami atau istrinya sulit bangun. Diceritakan bahwasanya istri Habib Al-‘Ajmi bin Muhammad terbangun pada suatu malam ketika Habib masih terlelap tidur, sehingga Habib terbangun karenanya. Maka, istrinya mengatakan, “Bangunlah wahai Habib, sungguh malam telah pergi dan siang akan datang, sedang di depanmu terbentang jalan yang sangat jauh, sementara bekalmu sangat sedikit. Rombongan orang-orang shalih telah berlalu mendahuluimu, sementara kita masih tetap berada di tempat kita.”
Semoga keharmonisan keluarga tetap terpupuk dengan ibadah malam yang dilakukan secara bersama-sama dengan anggota keluarga. Wallahul musta’an.(rep03)