Jakarta - Nama pendiri dan Direktur Utama PT Mondial Investama Indonesia, Lo Stefanus, belakangan moncer lantaran keterkaitannya dengan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Menurut Stefanus dalam sebuah dokumen yang disebar di DPR, ia mengaku berteman lama dengan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu.
Tempo berusaha menelusuri sepak terjang Lo Stefanus alias Stefanus Lo alias Stephanus Lo. Laman BusinessWeek menyebutkan, Stefanus tidak hanya pemilik PT Mondial, namanya sejak 1995 sudah berkibar sebagai pemilik dan pendiri toko permata serta berlian, Frank & Co. Toko ini di bawah payung PT Central Mega Kencana.
Frank & Co memiliki sedikitnya 10 gerai, yang tersebar di sejumlah kompleks mal elite di Ibu Kota, antara lain Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan; Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat; Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara; Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, dan Summarecon Mal Serpong, Tangerang.
Selain Frank & Co, PT Central Mega Kencana juga menaungi tiga lagi merek terkemuka dalam bidang perhiasan seperti Mondial Jewellery, Miss Mondial, dan The Palace National Jeweler. Toko-toko ini berlokasi di Indonesia dan Singapura. Dalam lamannya, Mondial mengklaim menawarkan berbagai desain produk perhiasan emas dan berlian.
Ketika hendak dikonfirmasi, telepon seluler milik Stefanus tak diangkat. Tempo berupaya menemui Stefanus di kantornya di Lantai 10 Synthesis Tower, Jalan Gatot Subroto, Selatan. Di sini kantor pusat PT Centra Mega Kencana. Namun, Stefanus tidak berada di kantor. "Biasanya Stefanus datang untuk kontrol saja," kata pegawai bagian human resource development PT Central Mega Kencana, yang mengaku bernama Ari, kepada Tempo, Kamis, 5 Januari 2015.|
Bekas Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Purnawirawan Ito Sumardi, mengakui Stefanus dikenal sebagai pengusaha berlian papan atas. "Ya, saya diperkenalkan saat pemeriksaan kasus rekening janggal Budi. Waktu itu para penyidik saya menyebut Stefanus pemilik Frank & Co," kata Ito saat dihubungi Tempo, Kamis malam, 4 Februari 2015.
Jejak Budi sebelumnya terekam karena dicurigai memiliki rekening gendut dengan nilai Rp 57 miliar pada 2010. Menurut dia, dana Rp 57 miliar itu milik anaknya, Muhammad Herviano Widyatama. Kepada penyidik Bareskrim pinjaman dari Pacific Blue International Limited, perusahaan investasi asal Selandia Baru.
Menurut Budi, pinjaman dari Pacific Blue bermula dari keinginan Herviano yang berniat berbisnis di bidang pertambangan timah dan perhotelan. Kepada ayahnya, Herviano mengaku memiliki modal terbatas. Budi lantas berjanji akan mengenalkan Herviano kepada dua temannya untuk memperoleh pinjaman modal.
Dalam sebuah pertemuan yang tak disebutkan tanggalnya, Budi mempertemukan Herviano dengan Lo Stefanus dan Robert Priantono Bonosusatya. Selanjutnya, mereka memperkenalkan Herviano dengan David Koh, kuasa direksi Pacific Blue, yang berjanji mengucurkan pinjaman. Pada 6 Juli 2005, Herviano yang saat itu berusia 19 tahun, meneken akad kredit senilai US$ 56 miliar atau Rp 57 miliar dengan Pacific Blue
Kepada Tim Bareskrim, Stefanus mengaku sebagai direktur dan salah satu pemegang saham di PT Mitra Abadi Berkatindo, perusahaan pertambangan timah yang berdomisili di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Di perusahaan inilah, menurut Stefanus, Herviano ikut menanamkan modal bersama dua orang lainnya, yang masing-masing memiliki 20 persen saham. Sisa 40 persen sahamnya dimiliki Stefanus. (rep01/tco)