Sosialita

Awalnya Bergaji Rp 239 Ribu, Kini Raup Rp 299 Triliun

Pekan lalu, penjualan saham perdana alias IPO Alibaba Group Holding Ltd. memecahkan rekor dunia. Nama Jack Ma pun muncul di berbagai media. Dalam sekejap mata, nama pebisnis 49 tahun itu pun menjadi yang paling dicari di internet. Semua orang, tampaknya, ingin mengenal pria terkaya se-Tiongkok tersebut.
 
“Kami meraih sukses hari ini bukan karena kami melakukan pekerjaan yang luar biasa pada hari ini. Tapi, kami punya mimpi (sejak) 15 tahun yang lalu,” ungkap Ma dalam forum diskusi Clinton Global Initiative di Kota New York, Amerika Serikat (AS), Selasa waktu setempat (23/9). Ya, semua memang berawal dari mimpi Ma 15 tahun lalu. Dengan tekun, dia merajut mimpi besar itu dari apartemen mungilnya.
 
Saat itu, Ma masih berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris. Sebagai fresh graduate, lelaki berperawakan kurus tersebut hanya menikmati gaji bulanan USD 20 atau setara dengan Rp 239 ribu. Tapi, penghasilan kecil tidak membuat alumnus Hangzhou Normal University itu kecil hati. “Itu adalah masa-masa yang fantastis,” ujarnya mengenang kehidupan yang dia jalani sekitar 15 tahun lalu.
 
Pada 1999 lalu, Ma tidak pernah punya bayangan akan menjadi orang terkaya di Negeri Panda. Dia, bahkan, tidak menyangka akan menjadi pebisnis besar. “Mereka yang punya USD 1 juta adalah orang yang beruntung. Tapi, jika Anda memiliki USD 10 juta, maka Anda berada dalam masalah. Sebab, Anda harus mulai berpikir tentang investasi dan perkara-perkara lain yang memusingkan,” paparnya.
 
Tapi, menurut bapak dua anak itu, memiliki uang lebih dariUSD 10 juta justru akan mendatangkan banyak keuntungan. “Ketika Anda memiliki uang senilai USD 1 miliar, maka Anda memiliki tanggung jawab kepada orang-orang yang mempercayakan investasi mereka untuk Anda kelola,” katanya. “Pada tingkat itu, masyarakat percaya bahwa Anda bisa mengelola harta mereka dengan jauh lebih baik,” lanjut dia.
 
Mulai pekan lalu, Ma berada pada level yang dia sebut terakhir itu. Ya, kesuksesan IPO Alibaba di pasar saham Wall Street di Kota New York, Amerika Serikat (AS), membuat penduduk Kota Hangzhou tersebut memiliki harta sebesar USD 25 miliar (sekitar Rp 299 triliun). Dia pun langsung menggeser posisi Wang Jianlin, pemimpin tertinggi Wanda Property Group, sebagai orang terkaya Tiongkok.
 
Dalam forum diskusi yang dimoderatori Chelsea Clinton, putri semata wayang mantan Presiden AS Bill Clinton, tersebut, Ma mengucapkan terima kasih kepada Amerika. Sebab, dengan bantuan mereka, bisnis Alibaba Group menggurita. “Terima kasih kepada rakyat Amerika yang telah membuat Alibaba mampu melakukan berbagai hal lewat bantuan kecil mereka,” ungkapnya.
 
Alibaba, menurut Ma, hanya jeli memanfaatkan peluang. Saat kali pertama membangun bisnis online, suami Zhang Ying itu melihat bahwa hasrat berbelanja penghuni bumi belum terpenuhi. Khususnya, berbelanja jarak jauh melalui internet. Sebab, dari sekitar 7 miliar penduduk dunia yang sebagian besar suka bertransaksi online, hanya tersedia sekitar setengah miliar toko online saja.
 
Alibaba, lantas memanfaatkan peluang yang masih sangat besar tersebut. Berkat bantuan salah seorang rekannya yang berkewarganegaraan AS, Ma mulai mengakomodasi kebutuhan para penggemar belanja jarak jauh tersebut. Lambat laun, bisnis Ma berkembang. Semua itu berkat kerja keras dan semangat pantang menyerah Ma dan rekan-rekannya di Alibaba Group.
 
Ma menepis rumor yang menyebut kesuksesan Alibaba tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Konon, Ma berkolusi dengan sejumlah pejabat untuk memuluskan bisnis. “Kami tidak punya ayah yang kaya raya atau paman yang berkuasa. Kami hanya punya pelanggan yang selalu ada di sana untuk mendukung kami,” katanya. Oleh karena itu, Alibaba selalu berusaha tidak mengecewakan para pelanggan.
 
Sebagai warga Tiongkok yang ikut merasakan dampak polusi udara, Ma menunjukkan bahwa dia peduli pada lingkungan. Selasa lalu, dia menegaskan kembali niat Alibaba Group untuk memperbaiki lingkungan hidup dan taraf pendidikan masyarakat Tiongkok. Maka, dia menyisihkan sekitar USD 3 miliar (sekitar Rp 35,7 triliun) dari penghasilannya untuk diinvestasikan pada yayasan amal.
 
Dia sengaja memilih bidang lingkungan hidup dan pendidikan karena keduanya sangat menunjang masa depan. Saat ini, jutaan penduduk Tiongkok mengalami gangguan kesehatan karena polusi. Maka, dia mengajak semua orang peduli lingkungan. Dia yakin, perubahan kecil tiap individu akan berdampak besar. “Saya tidak mau penduduk Tiongkok hanya punya banyak uang, tapi berwawasan dangkal,” tandasnya. (rep05/Reuters/spc)