Politik

LIPI: Kabinet Profesional Jokowi Hanya Mimpi

Jakarta - Keinginan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk kabinet ramping dan profesional diyakini tidak akan terealisasi jika melihat realitas politik di Indonesia.
 
"Dari awal ide kabinet profesional adalah mimpi. Realitas politik Indonesia enggak mungkin itu terwujud. Ini juga sudah disadari Jokowi. Upaya merampingkan kabinet tidak dijalankan lagi," kata Peneliti LIPI Vedi R Hadiz di Auditorium LIPI, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014).
 
Vedi menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan Jokowi gagal membentuk kabinet ramping. Pertama, tekanan politik dari wakilnya sendiri, Jusuf Kalla. Sejak awal, kata dia, JK sudah menentang ide pembentukan kabinet ramping dengan alasan teknis.
 
"Padahal sebenarnya itu alasan politis, semakin sedikit posisi yang ada, semakin sedikit yang bisa dibagi- bagikan," ujarnya.
 
Selain itu, lanjut Vedi, Jokowi juga mendapatkan tekanan dari parpol pendukungnya. Jokowi, kata dia, mau tidak mau harus melakukan politik balas budi.
 
"Ini bagian dari bargaining, jadi partai-partai mengancam melakukan sesuatu dengan harapan Jokowi akan memberikan konsesi dan memasukkan beberapa di antara mereka ke dalam pemerintahan sebagai menteri dan posisi strategis lainnya," ujar Professor of Asian Societies and Politics ini.
 
Ketiga, lanjut Vedi, secara tidak langsung Jokowi juga mendapatkan tekanan dari parpol yang tergabung dalam koalisi Merah Putih. Penawaran kabinet gemuk diyakini bisa membuat parpol-parpol itu pindah haluan.
 
"Ekspektasi kita terhadap Jokowi perlu diturunkan. Bukan pesimistis, harapan orang terhadap Jokowi kadang-kadang terlalu tinggi. Itu akan menjadi beban buat dia," ujarnya.
 
Sebelumnya, Jokowi mempertahankan jumlah kementerian, yakni 34 kementerian. Sebanyak 16 kementerian diantaranya akan dipimpin kader partai politik dan 18 kementerian lain dipimpin menteri dari kalangan profesional murni.
 
Kementerian yang dipimpin figur menteri profesional murni antara lain menteri keuangan, menteri badan usaha milik negara, menteri energi dan sumber daya mineral, serta menteri pertanian. (rep05)