Politik

Ini Dia Arsitektur Kabinet Jokowi-JK

Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan arsitektur kabinet pemerintahannya, Senin, 15 September 2014. Didampingi tim transisi, Jokowi mengatakan akan mempertahankan jumlah 34 kementerian seperti pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
 
Berikut rincian arsitektur Jokowi-JK. Namun demikian, Jokowi berujar, bentuk ini masih sangat mungkin berubah.
 
1. Posisi menteri diisi dari 18 profesional non-partai. Sisanya, 16 menteri dari profesional partai.
 
2. Menteri yang berasal dari non-partai menduduki posisi Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
 
3. Dari 34 kementerian, 19 kementerian merupakan nomenklatur lama, 6 kementerian lama dengan nomenklatur baru, 6 kementerian gabungan dari sebelumnya, 3 kementerian baru.
 
4. Enam kementerian gabungan, seperti kementerian kedaulatan pangan yang merupakan gabungan dari pertanian, perkebunan dan perikanan; kementerian pendidikan tinggi dan riset merupakan gabungan pecahan Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi; Kementerian Infrastruktur; Kementerian Maritim, dan Kementerian Pendidikan Dasar.
 
5. Tiga kementerian baru, yakni Kementerian Agraria, Kementerian Kependudukan, dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Kementerian Agraria merupakan pengubahan dari Badan Pertanahan Negara sementara Kementerian Kependudukan berasal dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
 
6. Tiga kementerian koordinator tetap dipertahankan seperti Kemenko Politik Hukum dan Keamanan, Kemenko Perekonomian, dan Kementerian Kesejahteraan Rakyat.
 
7. Posisi wakil menteri dihapus, kecuali Wakil Menteri Luar Negeri.
 
Deputi Tim Transisi Bidang Arsitektur Kabinet, Andi Widjajanto, mengatakan komposisi yang memfasilitasi 16 dari partai politik merupakan wewenang Jokowi-JK. Dia mengatakan tim transisi tak mengurusi pembagian ini, hanya mengusulkan kriteria menteri saja. "Konsekuensi logisnya, tentu akan bernegosiasi dengan partai pengusung, tapi itu bukan urusan tim transisi lagi," ujarnya. (rep01/tco)