Sosialita

Gawat, Jumlah Anak Terlambat Bicara Makin Banyak

Jakarta-Berbicara merupakan kemampuan dasar manusia untuk berkomunikasi dan memahami informasi. Hal ini tentu berpengaruh besar pada kecerdasan. Meski begitu, gangguan berbicara dan bahasa merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang yang kini banyak dialami anak.
 
Diperkirakan sekitar 6 persen anak mengalami gangguan bicara, tetapi ada juga yang melaporkan angkanya sampai 19 persen. Biasanya gangguan ini lebih sering dialami anak laki-laki. 
 
Di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 7 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia tahun 2007 menunjukkan, gangguan bicara dan bahasa menempati urutan pertama bentuk gangguan tumbuh kembang anak. 
 
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di sekitar kota Bandung, Jawa Barat, terungkap angka gangguan tumbuh kembang anak lebih sering ditemukan di desa (30 persen) ketimbang di kota (19 persen). 
 
"Salah satu penyebabnya adalah faktor pola asuh. Anak di desa biasanya sampai usia 2 tahun selalu digendong tanpa distimulasi. Akibatnya anak jadi terlambat berjalan dan juga bicara," kata Dr.Eddy Fadlyana, Sp.A(K), dalam acara media workshop yang diadakan oleh Morinaga di Jakarta (6/6/14).
 
Ia menambahkan, ada banyak hal yang bisa menyebabkan anak terlambat bicara antara lain kurang stimulasi, ada gangguan pendengaran, atau karena kurang gizi sejak dalam kandungan.
 
"Mayoritas gangguan tumbuh kembang anak bermula dari masa perinatal atau kehamilan dan neonatal atau kurang nutrisi setelah dilahirkan," kata Ketua UKK Tumbuh Kembang Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia ini. 
 
Faktor kemiskinan juga berdampak besar. Menurut Eddy, banyak anak yang mengalami komplikasi saat dilahirkan dan memerlukan rujukan tapi tidak dapat memenuhinya karena alasan biaya. Akibatnya anak mengalami retardasi mental.
 
"Perjalanan tumbuh kembang anak harus dipantau karena sulit diprediksi akhirnya. Ada anak yang awalnya normal tapi karena kurang stimulasi jadi mengalami gangguan. Ada juga penyakit regresi yang baru muncul di usia tertentu, misalnya autisme," paparnya.
 
Karena itu setiap orangtua harus menganggap anaknya beresiko mengalami gangguan sehingga aktif memantau tumbuh kembangnya. Jika ada masalah sekecil apa pun bisa cepat diketahui dan lebih cepat ditangani. (rep05)