Hukum

Dua Isteri Rusli Zainal Hadiri Sidang Putusan PN Pekanbaru

PEKANBARU-Menjelang sidang putusan terhadap mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dalam kasus suap PON dan izin kehutanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Pekanbaru, Rabu (12/3/2014) pagi, dua isteri Rusli Zainal, yakni Septina Primawati dan Syarifah Rusli terlihat menghadiri persidangan. 
 
Septina terlihat duduk di bangku paling depan di deretan para pengunjung bersama keluarga dan juga orang tuanya. Sedangkan Syarifah hadir diantara ratusan pengunjung yang memenuhi ruang Cakra Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru. Syarifah datang mengenakan jilbab ungu dan membaur dengan para pengunjung lainnya.
 
Putusan terdakwa kasus tindak pidana korupsi mantan Gubernur Riau Rusli Zainal (RZ) pada Rabu ini akan mempertaruhkan wibawa hakim pengadilan negeri. Sebelumnya terdakwa Rusli Zainal sebelumnya telah dituntut 17 tahun penjara dan pencabutan hak-hak tertentu berupa hak politik oleh Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Februari 2014.
 
Menurut Koalisi Anti Korupsi (KAK) Riau, tuntutan itu sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan rakyat Riau dan keadilan ekologis di mana hutan alam yang telah dirusak oleh korporasi sektor tanaman industri. KAK melalui RCT sebelumnya juga telah memantau kinerja ketiga hakim tersebut selama proses persidangan yang telah berlangsung selama 27 kali persidangan.
 
Selama persidangan, kata dia, hakim menunjukkan sikap tegas dan serius membuktikan kesalahan terdakwa. Bahkan sebelum saksi memberikan kesaksian, kata Made selaku Koordinator RCT, hakim selalu mengingatkan saksi agar berkata jujur.
 
Mantan Gubernur Riau dua periode tersebut (2003-2013) sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam penerbitan Bagan Kerja Tahunan (BKT) Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) untuk sembilan korporasi berbasis tanaman industri di Pelalawan dan Siak tahun 2004 dan korupsi saat perubahan paraturan daerah (perda) untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII tahun 2012.
 
Dalam kasus BKT UPHHKHT, kata dia, terdakwa memaksakan diri menerbitkan BKT UPHHKHT yang bukan kewenangannya untuk PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT Selaras Abadi Utama, CV Bhakti Praja Mulia, CV Putri Lindung Bulan, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung, (Kabupaten Pelalawan) dan PT Seraya Sumber Lestari.
 
Seluruhnya merupakan perusahaan pendistribusi kayu hutan alam ke PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang sampai saat ini masih terus beroperasi dan bebas dari jeratan hukum.
 
Dalam kasus PON ke XVIII tahun 2012, terdakwa memeras kontraktor, menyogok anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau senilai Rp1,8 miliar dan menerima uang sebesar Rp500 juta melalui terpidana Lukman Abbas dan ajudan terdakwa untuk revisi Perda PON. "Terdakwa telah merusak 'good governance' dengan cara mengkorupsi uang rakyat semata-mata untuk kepuasan pribadi," kata Triono Hadi dari Fitra Riau.(rep05)