Politik

Maraknya Kekerasan Jelang Pemilu Nodai Perdamaian di Aceh

Deklarasi pemilu damai di Aceh beberapa waktu lalu (Salman Mardira/Okezone)
Gubernur Aceh Zaini Abdullah meminta kepolisian mengusut tuntas penembakan yang menewaskan Faisal (40) calon legislatif Partai Nasional Aceh (PNA). Semua pihak diimbau untuk tetap menjaga kondisi damai Aceh dan menghentikan segala bentuk kekerasan demi suksesnya pemilu.
 
"Siapapun pelaku dan apapun motifnya harus segera diusut, kemudian disampaikan ke publik dan tindak sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Zaini dalam pernyataan tertulis yang diterima Okezone, Selasa (4/3/2014).
 
Atas nama Pemerintah Aceh, Zaini mengaku turut berduka cita atas pembunuhan terhadap Faisal, caleg DPRK Aceh Selatan. Menurutnya kejadian itu sangat menyedihkan sekaligus memilukan dan menodai perdamaian Aceh.
 
"Saya atas nama Pemerintah Aceh sangat menyesalkan peristiwa ini dan turut berduka atas peristiwa yang menodai perdamaian Aceh," ujar mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu.
 
Dia mengimbau agar semua pihak bisa terus menjaga dan merawat perdamaian Aceh, karena Pemilu 2014 tidak akan berarti jika perdamaian terusik. "Perdamaian lebih utama dari segalanya," tukasnya. 
 
Rakyat Aceh diimbau untuk terus memperkuat kesatuan dan tak perlu resah dengan aksi-aksi yang terjadi belakangan. 
 
Zaini mengaku sudah meminta kepada forum kordinasi pimpinan daerah Aceh baik pemerintah kabupaten/kota, instansi vertikal dan stakeholders agar memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat, untuk memilih sesuai hati nurani pada pemilu 9 April nanti.
 
“Biarkan masyarakat memilih sesuai hati nurani, tanpa intimidasi, pemaksaan dan kekerasan, karena itu salah satu indikasi keberhasilan pemilu legislatif 2014, ” ujarnya.
 
Pemangku Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar mengingatkan semua partai politik dan simpatisannya, untuk menjaga kehormatan dan menjunjung tinggi perdamaian Aceh. "Agar semua berjalan sesuai dinamika dan perdamaian Aceh tetap terjaga, kita sebagai bangsa yang berpendidikan tinggi, hendaknya bersikap lebih arif," ujar Malik.
 
Dia mengajak segenap elemen masyarakat untuk menyukseskan pemilu sesuai dengan fungsinya masing-masing. Aparat penegak hukum diharapkan mampu memberikan rasa aman kepada masyarakat, dan jangan bersikap diskriminatif. 
 
Sementara Sosiolog Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saleh Sjafei mengatakan, pemimpin Aceh jangan hanya sebatas formalitas saja mengajak menjaga perdamaian, namun harus benar-benar diimplementasikan hingga masyarakat kalangan grassroots (akar rumput).
 
"Selama ini pemerintah kita, elit partai semuanya sering hanya terjebak pada tatanan formalitas saja. Ikrar pemilu damai yang dilakukan 14 parpol beberapa waktu lalu juga hanya sebatas formalitas, sementara di lapangan masalah tidak selesai," katanya.
 
Deklarasi ikrar pemilu damai oleh 14 parpol dan disaksikan unsur Muspida serta penyelenggara pemilu di Mapolda Aceh, 7 Februari lalu, dinilai tak berjalan sesuai harapan. Karena paskadeklarasi itu, kekerasan makin marak terjadi di Aceh seperti pembakaran mobil kader parpol, penganiayaan, intimidasi, perusakan atribut kampanye hingga penembakan.
 
Saleh menilai hal ini buntut dari pemerintah dan elit parpol yang hanya berupaya membangun citra di permukaan dengan ikrar pemilu damai, tetapi tak mewujudkan isi dari ikrar itu ke kalangan bawah hingga ke tingkat desa-desa atau simpatisannya. "Sehingga tidak efektif," ujar dosen Fakultas Hukum itu. (Rep01)