Kasus Kehutanan

Jadi Saksi RZ, Azmun: Saya Capek Ditanya Kasus Kehutanan

Mantan Bupati Pelalawan, HT Tengku Azmun Jaafar menjadi saksi kasus kehutanan dengan terdakwa mantan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal (RZ), Selasa (26/1

PEKANBARU - Mantan Bupati Pelalawan, HT Tengku Azmun Jaafar menjadi saksi kasus kehutanan dengan terdakwa mantan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal (RZ), Selasa (26/11/2013). Azmun mengaku capek terus ditanya tentang kasus kehutanan yang juga menjerat dirinya.

Azmun yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Riyono SH menyatakan, dirinya sudah divonis 11 tahun atas kasus yang sama. Kasus ini, kata Azmun, cukup membebaninya.

"Saya capek yang mulia, saya sudah divonis sebelas tahun atas kasus ini juga. Saya sudah capek tentang persoalan seperti ini yang tidak jelas arahnya. Sampai sekarang, saya tak tahu aturan apa yang saya langgar," ujar Azmun di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Bachtiar Sitompul SH.

Mendengar perkataan Azmun, hakim anggota I Ketut Suarta SH langsung menimpali kalau masalah yang dihadapi Azmun adalah masa lalu. "Yang lalu, biarlah berlalu. Sekarang kami butuh keterangan Saudara untuk terdakwa (Rusli)," kata Ketut Suarta.

Mendengar jawaban hakim itu, Azmun yang datang ke persidangan mengenakan kemeja lengan panjang warna abu-abu, terdiam sejenak. Ruang sidang yang dipadati pengunjung pun jadi hening.

Selanjutnya, hakim melanjutkan pertanyaan pada Azmun terkait keterlibatannya sebagai Bupati Pelalawan yang notabenenya adalah bawahan Rusli saat itu. Hakim mempertanyakan seputar kewenangan Azmun dalam pemberian izin kepada 15 perusahaan di Kabupaten Pelalawan untuk menebang hutan alam di daerah itu.

"Dari 15 perusahaan, ada delapan perusahaan sudah mendapat verifikasi dari Menteri Kehutanan. Sedangkan tujuh perusahaan lagi masih diurus verifikasinya," tutur Azmun mencoba santai.

Ditanya tentang adanya penebangan hutan alam ketika proses pengurusan verifikasi dengan mengandalkan surat izin dari Azmun, pria berkaca mata itu mengaku tidak mengetahuinya.

Azmun mengatakan, Penerbitan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) itu merupakan wewenang dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Namun Rusli Zainal mengambil alih wewenang tersebut.

"Kesalahan secara teknis di kabupaten. Dinas Kehutanan Provinsi Riau berhak memonitor Dinas Kehutanan tingkat abupaten sebelum terbit RKT. Dari 15 perusahaan, delapan perusahan sudah mendapat persetujuan verifikasi. Kami mengajukan lokasi, apakah itu hutan lindung atau tidak, itu kewenangan Dinas Kehutanan tingkat provinsi untuk dilanjutkan ke Menteri Kehutanan," papar Azmun.

Selain Azmun, kemarin, JPU juga mendatangkan Direktur PT Merbau Pelalawan Lestari, Guno Widagdo dan CV Putri Lindung Bulan, Said Edy sebagai saksi.

PT Merbau Pelalawan Lestari, kata Guno, mengajukan perizinan pengolahan lahan seluas 5.590 hektar di Kecamatan Kerumutan Kabupaten Pelalawan pada tahun 2002 silam. Sebagian besar lahan tersebut merupakan hutan alam.

Guno mengatakan, penentuan luas lahan tersebut dilakukan berdasarkan peta yang disurvei Dinas Kehutanan dan perusahaan. Proses pengajuan izin untuk lahan itu selama enam bulan. "Dasar penerbitan IUPHHK HT jadi berdasarkan peta. Dari pemohonan itu, Dinas Kehutanan membuat pertimbangan teknis ke bupati," ucap Guno.

Guno mengakui dalam proses pengajuan izin, dirinya tidak pernah melakukan komunikasi dengan Rusli maupun Suhada Tasman selaku Kepala Dinas Kehutanan Riau saat itu. "Ada bertemu Suhada waktu datang ke provinsi tapi tidak komunikasi tentang izin," kata Guno.

Guno juga mengaku tak pernah mendengar ada keraguan Suhada Tasman untuk mengeluarkan izin karena tidak berlakunya lagi peraturan. Dia juga tak pernah mengetahui Suhada minta petunjuk ke pusat tentang pemberian izin tersebut oleh pemerintah.

Setelah mendapatkan IUPHHK-HT pada 17 Desember 2002, perusahaan mengajukan RKT ke Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang ditembuskan ke Gubri pada 6 November 2003. Selama rentang waktu sembilan bulan itu, kata Guno, perusahaan melakukan berbagai persiapan untuk operasional. "Sebelum keluar RKT, saya yakinkan tak ada pengolahan lahan," ucapnya.

RKT, ditandatangani Gubri. Hal itu pernah dipertanyakan ke Suhada tapi disebutkan kalau Gubri juga punya kewenangan. "Karena ada otonomi daerah," tambahnya.

Ketika ditanya kalau perusahaan telah memperkaya Rusli sebesar Rp17 miliar lebih, dibantah oleh Guno. Menurutnya, jumlah yang didakwakan jaksa tersebut adalah hasil penjualan kayu dan hasil produksi. "Juga cash bon untuk penanaman. Jadi tidak benar untuk memperkaya orang lain," tegas Guno yang mengaku perusahaannya tidak pernah diproses oleh KPK.

Sementara itu, Direktur CV Putri Lindung Bulan, Said Edy, mengatakan, perusahaan mengajukan izin untuk lahan 1.300 hektar ke Dinas Kehutanan Pelalawan. Permohonan izin ditembuskan ke Gubernur Riau. "Mohonkan RKT terhadap hutan alam karena belum ditanam," tuturnya.

Rusli yang diminta tanggapannya mengenai izin yang dikeluarkan mengaku dirinya menerima izin sembilan perusahaan. Dari seluruh izin itu, dirinya hanya menandatangani empat perusahaan. "Sedangkan lima izin lain, bukunya ditandatangani Suhada Tasman dan saya hanya tandatangan SK," pungkas Rusli.

Seperti diberitakan, Rusli didakwa menerbitkan IUPHHK-HT di Pelalawan dan Siak pada periode 2001-2006. Dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Di Pelalawan, ada delapan RKT-IPHHKHT yang disahkan Rusli tahun 2003-2004. Perusahaan itu adalah CV Lindung Bulan, CV Bhakti Praja Mulia, PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Sejati, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Hutani Jaya dan PT Satria Perkasa Agung. (rep1)