Korupsi KTP Siak Online

Divonis 2,5 Tahun, Mantan Kadisdukcapil Inhu Pikir-pikir

 

PEKANBARU - Mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Zulkifli Sulaiman, divonis hukuman 2 tahun dan 6 bulan (2,5 tahun) oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Zulkifli melakukan korupsi dana proyek pembangunan tower Kartu Tanda Penduduk (KTP) Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) online di Inhu.
 
Majelis hakim yang diketuai Masrizal SH, Kamis (10/10/2013) malam, menyatakan Zulkifli bersalah melanggar pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, junto Pasal 64 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain hukuman penjara, Zulkifli juga dihukum membayar denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan. 
 
Hukuman ini lebih ringan 1 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Zulfikar SH dan Adani SH, yang menuntutnya dengan 3,5 tahun. Selain itu, Zulkifli juga tidak diharuskan membayar uang pengganti.
 
Selain Zulkifli, hakim juga memvonis Direktur Utama CV Kopral, Hamdani dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun). Hamdani juga didenda Rp250 juta atau subsider 3 bulan kurungan.  
 
Hukuman itu lebih berat 1 tahun dari tuntutan sebelumnya yakni 3,5 tahun. Hamdani juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp963 juta atau subsider selama 1,9 tahun penjara.
 
Mendengar vonis itu, Zulkifli dan Hamdani melalui penasehat hukum (PH)nya menyatakan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir majelis," tutur mereka.
 
Korupsi yang menjerat Zulkifli dan Hamdani terjadi pada tahun 2011 silam. Saat itu, untuk penunjang kegiatan operasional pelaksana KPT Siak Online, Pemkab Inhu menganggarkan dana APBD untuk pembangunan tower sebagai pengembangan dan pengoperasian KTP Siak. Anggaran yang digelontorkan Rp767.898.000.
 
Sesuai kontrak, dana tersebut digunakan untuk belanja modal pengadaan tower dan komputer untuk 4 kecamatan. Kemudian pada APBD Perubahan 2011, kembali dianggarkan kegiatan serupa untuk 4 kecamatan dengan anggaran Rp796.556.000.
 
Kenyataan di lapangan, pelaksanaan beberapa item pekerjaan tidak dilaksanakan olek kontraktor. Padahal dalam laporan alat-alat sudah dibeli dan dipasang di 8 kecamatan. Berdasarkan audit BPKP, proyek ini merugikan negara Rp963 juta lebih. (rep1)