Hukum

KPK Bidik Dugaan Korupsi Ujian Nasional

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan adanya potensi penyimpangan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2012 dan 2013. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menelaah dugaan korupsi pada proyek tersebut.

"Masih ditelaah di Direktorat Pengaduan Masyarakat," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi, Jumat (20/9). Data yang ditelaah KPK itu berasal dari pengaduan masyarakat beberapa waktu yang lalu. Jika memang ditemukan bukti pendukung, nantinya pengusutan kasus bisa ditingkatkan ke tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. "Yang jelas berdasarkan alat bukti," imbuhnya.

Pada Kamis (19/9), BPK memastikan ada penyimpangan dalam pelaksanaan UN 2012 dan 2013. Lembaga audit itu punya segudang data yang membuktikan kesimpulan ini.

Dalam jumpa pers yang digelar BPK, dibeberkan sejumlah dugaan penyelewengan anggaran dalam proyek UN. Mulai dari perencanaan hingga pelelangan. Penyimpangan ini berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp14 miliar rupiah.

Menurut anggota BPK Rizal Djalil, pada tahun 2013, ada penyimpangan dalam proses lelang percetakan dan distribusi bahan UN sebesar Rp6,348 miliar. Lalu pada tahun 2012 jumlahnya Rp8,155 miliar.

BPK juga menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 2.665.361.081 di pos UN lainnya. Kerugian tersebut berasal dari Rp888.600.000 untuk pemotongan belanja dan Rp1.776.761.081 untuk kegiatan fiktif dan mark up.

Dari temuan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BNSP) diperiksa kinerjanya. BSNP sebagai pelaksana penyelenggaraan UN dianggap tidak efisien sehingga merugikan negara.

Selain masalah percetakan dan distribusi, BPK juga menemukan bahwa pemenang lelang UN itu memang sudah diarahkan. Kasub Auditorat VI BPK RI Achsanul Khaq menyatakan terdapat indikasi penggiringan pemenang tender. Penggiringan ini berpotensi terdapat penyelewengan yang dapat merugikan negara. "Iya, terdapat itu (penggiringan pemenang lelang), tapi saya tidak mau sebutkan siapa yang terlibat," sebutnya seperti dilansir detikcom.

Tak hanya UN, proyek lain di Kemendikbud ikut disorot karena bermasalah. Kemendikbud pernah melakukan pendataan sekolah di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011. Namun BPK menemukan ada mata anggaran yang fiktif dalam proyek ini.

"Terdapat kerugian negara sebesar Rp85,78 miliar pada tahun 2010 dan Rp45,40 miliar pada tahun 2011," ungkap Auditor Utama VI BPK RI, Sjafrudin Mosli.

Dari temuan tersebut kerugian negara sebesar Rp55,21 miliar dan Rp38,07 miliar tidak dapat ditemukan alurnya. BPK mengindikasikan adanya anggaran fiktif dalam pelaksanaan proyek yang menggandeng rekanan PT SI ini.

Pada tahun 2011 terdapat Rp19,19 miliar yang terdiri dari dokumen mobilisasi tenaga ahli fiktif atau tenaga ahli tidak melakukan pemetaan. BPK menemukan kartu identitas yang dipalsukan dan dokumen lain yang juga dipalsukan.

Selain itu, BPK juga mengungkapkan ada Rp51 miliar anggaran belum bisa dipertanggungjawabkan. Ada pula temuan program yang anggarannya tumpang tindih oleh APBN dan APBD.

Johan Budi mengatakan, KPK belum menerima hasil audit BPK itu. "Hasil audit BPK belum disampaikan ke KPK," ujarnya. (rep05)