Suap Revisi Perda PON Riau

Abubakar Divonis Lebih Berat

Empat terdakwa PON Riau, Abubakar Sidik, Tengku Muhazza, Zulfan Heri, dan Tourechan Azhari menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. (rep)

PEKANBARU - Abubakar Siddik akhirnya menarik nafas lega setelah Hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru memvonis dirinya dengan penjara empat tahun enam bulan. Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencapai 7 tahun.

Tetapi vonis terhadap anggota DPRD Riau dari Partai Golkar itu jauh lebih tinggi enam bulan daripada enam anggota DPRD Riau lainnya, yakni Syarif Hidayat (PPP), Adrian Ali (PAN), M Roem Zein (PPP),  Zulfan Heri (Golkar), Tengku Muhazza (Partai Demokrat) dan Turoechan Asy'ari (PDI Perjuangan). Keenamnya hanya divonis empat tahun penjara. Selain itu, ketujuhnya diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider 1 bulan penjara.

Persidangan pembacaan vonis ketujuh anggota DPRD Riau ini diselenggarakan dalam dua persidangan, Senin (29/7). Gelombang pertama, hakim yang diketuai Ida Ketut Suarta membacakan vonis terhadap empat terdakwa sekaligus; Abubakar Sidik, Tengku Muhazza,  Zulfan Heri, dan Tourechan Azhari.

Saat membacakan vonis, Ketut Suarta, menyebut keempat terdakwa terbukti bersalah. Mereka  bersama-sama menerima suap terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Dana Pembangunan Venue Menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012 silam.

"Majelis hakim sependapat menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Abu Bakar Siddik selama 4 tahun 6 bulan penjara, serta terdakwa Tengku Muhazza, Zulfan Heri dan Tourechan Azhari selama 4 tahun penjara," kata I Ketut Suarta.

Menurut Ketut Suarta, keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Vonis terhadap anggota dewan ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yang meminta Zulfan Heri, Tengku Muhazza dan Tourechan Azhari dihukum 5 tahun penjara. Sedangkan Abu Bakar Siddik sebelumnya dituntut 7 tahun penjara.

Menurut hakim, Siddik divonis lebih tinggi dari yang lain karena tidak kooperatif dalam persidangan. "Abu Bakar selalu berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya," ujar Ketut Suarta.

Sedangkan persidangan terhadap terdakwa Adrian Ali, M Roem Zein dan Syarif Hidayat dipimpin ketua majelis hakim Krosbin Lumban Gaol yang digelar sore. Sidang diskor menjelang waktu berbuka puasa dan dilanjutkan seusai shalat Isha.

Dalam persidangan, Krosbin menyebut ketiganya sebagai pencetus pertemuan pembahasan 'uang lelah' di Jalan Sumatera bersama pihak kontraktor. "Majelis hakim sependapat menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Adrian Ali, M Roem Zein dan Syarif Hidayat selama 4 tahun penjara," kata Krosbin.

Setelah majelis hakim membacakan amar putusannya, baik terdakwa maupun jaksa penuntut belum menyatakan menerima atau menyatakan banding atas putusan tersebut. "Setelah berembuk dengan kuasa hukum, saya menyatakan pikir-pikir atas putusan vonis ini," ujar Sidik.

Menurutnya, vonis yang dijatuhkan hakim tidak sesuai fakta persidangan. Banyak fakta yang diabaikan majelis hakim. "Penjelasan saksi ahli dikesampingkan. Ada keterangan-keterangan yang tidak ada di persidangan tetapi menjadi fakta," ujar Siddik.

"Bagaimana pun, saya menggunakan hak saya untuk berfikir beberapa hari ke depan. Apa yang lebih baik di tengah-tengah pemberantasan korupsi,'' lanjutnya.

Menurutnya, hal memberatkan dirinya dalam persidangan adalah tidak mengakui uang lelah. "Kita akui ada pembicaraan dan rumor, bahwa ketua pansus (panitia khusus) ada bagian. Tapi tingkat kepercayaan kita saat itu tidak sepenuhnya. Istilah uang lelah kita ketahui belakangan," jelasnya.

Pada akhirnya, kata Siddik, dirinya tidak menerima sepeserpun dari apa yang dibicarakan sebagai uang lelah itu.  "Hukuman ini tidak mencerminkan rasa keadilan. Bahkan, kita tidak tahu siapa yang menyuruh Faisal menerima," tuturnya.

Kasus korupsi itu bermula saat KPK mencokok tujuh anggota DPRD Riau pada 3 April 2012. Saat penangkapan, KPK menyita duit Rp 900 juta, yang diduga sebagai uang suap proyek PON. Awalnya, KPK menetapkan empat tersangka, termasuk dua anggota DPRD Riau, M. Faizal Azwan dari Partai Golkar dan M Dunir dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

Pada 8 Mei 2012, KPK menetapkan dua tersangka tambahan, yakni Wakil Ketua DPRD Riau, Taufan Andoso Yakin, yang sudah divonis 4 tahun penjara dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, Lukman Abbas, yang divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Lalu, KPK menetapkan tujuh orang legislator ini sebagai tersangka pada Juli 2012.

Dalam persidangan, Lukman Abbas menyebut keterlibatan Gubernur Provinsi Riau Rusli Zainal. Kemudian KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka pada 8 Februari 2013 lalu. Setelah menjalan beberapa kali pemeriksaan, akhirnya KPK juga menahan Rusli pada Jumat, 14 Juni 2013. (rep1)