Hukum

Tersangkut UU, Amil Zakat Dibuat Pusing MK

net

JAKARTA - Zakat menjadi kewajiban bagi umat muslim untuk dikeluarkan di bulanRamadan. Namun undang-undang yang mengatur tentang zakat tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Akibatnya para amil zakat kebingungan menghimpun zakat, karena menunggu keputusan MK terlebih dahulu atas keputusan uji materi terhadap pasal tentang pengelola amil zakat dapat dipidana dalam UU Nomer 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Hal ini disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Zakat (Komaz) yang telah mendaftarkan uji materi UU Pengelolaan Zakat pada tahun lalu ke MK, namun hingga saat ini belum diputuskan hasilnya oleh MK.

Koordinator Koalisi Masyarakat Zakat (Komaz) M Sabeth Abilawa mengatakan, sejak September 2012 lalu MK belum juga memberikan kepastian atas uji materi UU tersebut. Menurutnya momentum bulan Ramadan seharusnya dimanfaatkan MK untuk memberi kepastian terkait dengan pengelolaan zakat, amil zakat, dan pendistribusiannya.

Payung hukum atas UU zakat tersebut masih bermasalah dan mengancam amil zakat karena adanya pasal pidana dalam UU tersebut. Jutaan hingga ratusan juta rupiah uang zakat yang masuk, lebih banyak dikelola oleh amil zakat seperti panitia masjid, badan amil zakat baik di musala, pesantren dan amil zakat individu. Mereka menjadi takut menghimpun zakat karena takut dipermasalahkan.

"Di masyarakat sumber zakat sangat banyak, jika sekarang tidak ada yang mau menjadi amil zakat siapa yang akan kelola, semuanya tidak jelas," ujarnya.

Menurut Sabeth, lamanya proses pengambilan keputusan di MK akan membuat gerakan zakat menjadi letih, dalam hal ini hubungan antara penggiat zakat regional seperti yang ada ditengah masyarakat dan Badan Zakat Nasional (Baznas) menjadi bimbang. Selain didalam UU zakat juga disebutkan pengelola badan amil zakat harus berbentuk ormas.

"Hal ini ditetapkan saat UU Ormas belum diketuk, sekarangkan sudah dan menjelimet. Jadi perlu ada perubahn kembali dalam pasalnya," kata dia.

Ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yang pertaman, apabila MK mengabulkan semua keputusan secara menyeluruh, maka gerakan zakat di Indonesia dipastikan akan dinamis. Karena antara negara dan masyarakat diperbolehkan mengelola zakat secara bersama-sama serta tidak adanya tindak pidana bagi pengelola zakat.

Dalam hal ini Bazanas bukanlah salah satu sumber pengelola zakat yang diutus oleh negara dalam menjalankan regulasi, operasional dan pengawasan.

Kedua, jika MK hanya mengabulkan sebagian dari pasal yang diajukan perubahan, maka akan ada format perubahan besar atas gerakan sosial
masyarakat. Tentunya, masyarakat akan lebih percaya kepada yang dikenal untuk mengamanatkan uangnya. Terlebih dengan latar belakang negara yang sulit berantakan mengelola pajak.

"Tidak mungkin registrasi yang dilakukan puluhan juta mesjid dapat dikelola rapi oleh negara. Saat ini negara memperlihatkan kemampuanya," kata dia.

Ketiga, gerakan gerakan besar lainya akan melibatkan oraganisasi negara dengan kata lain masyarakat akan menjadi lemah dan terpaksa untuk mengikuti aturan negara.

Dalam hal ini, masyarakat tidak akan beralih 100% kepada penghimpun zakat nasional. Dan dipastikan semua tendisius keagamaan akan terkena dampak UU yang tidak akan ada kepastian hukum.

"Akan fatal jika tidak diputuskan dalam hal ini UU zakat yang luas seperti zakat mal, zakat fitrah dan zakat profesi juga diatur terpengaruh," tegasnya.

Tim Kuasa Hukum Pemohon Uji materi Komaz Heru Susetyo mengatakan, pengelolaan zakat di indonesia memang tidak sesederhana negara lainya dengan menerapkan konsitusi Islam seperti arab Saudi, pakistan dan Iran dimana pengelola zakat tersentralisasi.

Menurutnya dia, dalam UU Nomer 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dimaksudkan untuk menyempurnakan UU terdahulu dengan menarahkan pengelolaan zakat kepada integrasi, profesionalisme dan transparasi pengelolaan zakat.

"Malah sekarang UU pengelolaan zakat malah mencerminkan ketidakadilan, deskriminasi, subordinasi, marjinalisasi dan kriminalisasi baru," tandasnya.

Menurut Heru, ketidak adilan itu tercermin pada pasal 5,6 dan 7. Yang menggambarkan secara tegas semangat negara untuk melakukan sentralisasi pengelolaan zakat nasional sepenuhnya di lembaga bentukan pemerintah non struktural. Dalam hal ini, Baznas lembaga tersebut bersifat mandiri dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden melalui Menteri Agama.

Lanjut dia, permasalahan berikutnya pada pasal 38 jon 41 bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat dalam melakukan pengumpulann pendstribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa penjabat yang berwenang.

"Jika itu dilanggar maka akan ada tindak pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denta paling banyak Rp50 juta," kata Heru.

Bisa diartikan, dalam hal ini maksud  negera baik untuk mengelola, menata dan mengintegrasikan pengelolan zakat. Namun, hal ini menjadi tercoreng pada proses formil pembentukan UU yang kurangnya partisipatif dan kurang mengakomodasi suara masyarakat sipil.

Ketua Umum FOZ Nasional Sri Adi Bramasetia mengatakan, jika MK tidak melolaskan uji materi yang disampaikan maka Lembaga Amil Zakat (LAZ) menjadi tidak leluasa yang selama ini mengelola zakat selain BUMN, PNS dan perusahaan milik negara lainya.

Saat ini, lanjut dia, 90% Laz adalah berbentuk yayasan yang dapat mengumpulkan sekitar Rp1,8 triliun setiap tahunya.

"60% dana zakat yang banyak terkumpul adalah hasil kerja Laz. Sedangkan Baznas hanya 40%," ujar dia.

Selain UU pengelolaan zakat yang menggantung, PP terkait sebagai pemakaian UU No 23 Tahun 2011 belum selesai. Maka jika UU ini diputuskan oleh MK makan akan menggunakan PP yang lama dan dipastikan akan berantakan secara praktek dan regulasi.

"Jika diloloskan gugatan kami, kami akan kontrol penggunaan UU ini dengan pemakaian PP. Namun, jika. UU tersebut tidak lolos di MK maka pemerintah harus membuat PP yang baru," tegas dia. (rep/01)