Politik

Hati-ati, Kandidat di Pilkada Langsung Dicoret Bila Berani Politik Uang

Sanksi tegas terhadap pelaku politik uang, sebagaimana tercantum dalam draft revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang telah disusun pemerintah mendapat dukungan dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mendukung.
 
Anggota Caretaker KIPP Girindra Sandino mengatakan, sanksi yang menerapkan hukuman pidana, denda dan ancaman diskualifikasi sebagai calon, sangat tepat.
 
"Jadi KIPP menilai, pelaku politik uang. Harus diberi sanksi. Tidak hanya hukuman pidana dan denda, tetapi juga harus didiskualifikasi dari peserta atau sebagai calon kepala daerah," ujar Girindra, Selasa (1/3/2016).
 
Girindra menilai, pengambil kebijakan tak perlu lagi mendebat aturan yang mengharuskan PNS, TNI/Polri, anggota DPR, serta pejabat publik lain, harus mundur jika ingin menjadi calon kepala daerah.
 
Karena UU Aparatur Sipil Negara dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sudah sangat tegas mengatur hal tersebut. Hal ini untuk mencegah konflik kepentingan, penyalahgunaan aparatur birokrasi yang berdasar pengalaman pilkada lalu, beberapa kasus pengerahan aparatur birokrasi banyak terjadi.
 
"Anggaran pilkada juga sebaiknya dikembalikan ke APBN. Penggunaan dana APBD untuk pilkada tidak dapat dipungkiri dapat menggoyahkan integritas dan independensi penyelenggara," ujarnya.
 
Dari pengalaman pelaksanaan pilkada 2015 lalu, kasus-kasus pelanggaran pilkada di berbagai tahapan, kata Girindra, memerlihatkan adanya penyelenggara atau kelalaian penyelenggara banyak terjadi.
 
Karena dalam revisi UU Pilkada nantinya, penguatan sumber daya manusia, khususnya penyelenggara di tingkat bawah seperti panitia pemilihan kecamatan (PPK) sebagai ujung tombak, perlu ditingkatkan. 
 
‎"Saya kira dalam revisi UU Pilkada juga perlu direvisi ‎syarat pengajuan gugatan yang mensyaratkan prosentase (0,5-2%) selisih perolehan suara antara pemenang dan peraih perolehan suara peringkat kedua. Saya kira syarat tersebut perlu dihilangkan," ujarnya.
 
Karena ‎menurut Girindra, pelanggaran yang tak direncanakan sekalipun, jika berdampak secara signifikan terhadap kemenangan pasangan calon, harus dapat dijadikan dasar dan alasan pembatalan hasil pilkada di peradilan.(rep05)