Sosialita

Orang Indonesia Maunya Dapat Uang Secara Instan

Jakarta : Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar menilai orang Indonesia lebih berharap pada perolehan penghasilan secara instan. Inilah yang dilakukan sejumlah pelaku usaha yang menawarkan usaha bersifat business opportunity (BO). 
 
"Ini jeleknya orang Indonesia yang cuma mau dapat uang cepat dari usahanya (BO). Padahal kalau ditekuni dengan benar, BO bisa menjadi bisnis franchise berumur panjang," ujar dia di acara Pameran Waralaba Internasional di Jakarta, Jumat (31/5/2013). 
 
Lebih lanjut Anang menjelaskan, saat ini jumlah waralaba lokal mencapai lebih dari 2.000 unit usaha. Namun yang memenuhi kriteria pola franchise hanya sekitar 100 waralaba. Sedangkan basis waralaba asing di Indonesia sekitar 350 waralaba.
 
"Itu artinya, 1.900 waralaba lainnya masih BO. Tapi kami kan tidak mau mematikan pola BO ini karena BO merupakan cikal bakal dari franchise. Itupun banyak BO yang cuma bertahan sebentar," tuturnya. 
 
Untuk menjadi franchise, Anang membeberkan delapan kriteria yang wajib dipenuhi, antara lain usaha tersebut harus berhasil dan mampu dibuktikan, mempunyai keunikan, memiliki keuntungan yang tinggi bukan karena kenaikan harga jual.
 
Selain itu, usaha itu juga sudah harus mempunyai standarisasi, mudah dialihkan, mempunyai basis konsumen, serta memiliki kejelasan perputaran bisnis maupun pertumbuhan usahanya. 
 
"Untuk mencapai kriteria itu, butuh waktu 5 tahun. Kalau usahanya saja baru 2 bulan atau 3 tahun, itu bukan franchise. Franchise mesti diukur dari kriteria tersebut," tukasnya. 
 
Kendati demikian, Anang mengaku cukup bangga terhadap sekitar 15 merek waralaba lokal yang telah menembus pasar internasional, diantaranya Es Teller 77, Kebab Turki, Bumbu Desa, Spa Martha Tilaar dan sebagainya. 
 
"Coba saja lihat banyak waralaba asing terus masuk ke pasar Indonesia, seperti jenis kuliner roti bakar dari Singapura, pastel dari Malaysia. Kenapa bukan roti bakar atau pastel Indonesia yang ke luar negeri," tandas dia. 
 
Anang menghimbau kepada pemerintah pusat maupun daerah agar lebih memperhatikan nasib waralaba lokal melalui program pembinaan dan pendampingan serta kebijakan yang pro terhadap waralaba lokal. 
 
"Di Malaysia saja, waralabanya diberikan hibah atau bantuan keuangan untuk mengembangkan usaha. Juga di Singapura yang menanggung beban pembayaran konsultan waralaba, supaya waralaba di negara mereka berkembang," pungkasnya.(rep03)