Riau Raya

Anjloknya Harga Anjloknya Sawit Juga Dipengaruhi Besarnya Pungutan

Pekanbaru-Ekonomi melambat salah satu imbasnya terhadap harga jual Tandan Buah Segar (TBS) sawit di Riau. Teori ekonominya, dengan harga dolar yang naik signifikan, komoditi ekspor mestinya ikut terdongkrak. Tapi faktanya, TBS sawit malah turun. Di tingkat petani swadaya, harga TBS sawit bahkan dihargai hanya Rp200/kilogram, jauh dari harga yang ditetapkan pemerintah bersama pengusaha perkebunan sawit dikisaran Rp850-1.250/kilogram. Variasi harga ini tergantung umur pohon  TBS sawit.  
 
Turunnya harga TBS Sawit ini ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh melambatnya ekonomi dunia. Juga tidak hanya soal membanjirnya minyak nabati dari kedelai dan bunga matahari. Tapi dikemukakan juga adanya faktor besarnya pajak ekspor CPO dan pungutan CPO fund dari pemerintah serta lemahnya industri hilir produk sawit Indonesia.
 
Tentang pengaruh besarnya pajak dan pungutan CPO fund ini salah satunya dikemukakan oleh CEO PT Septa Grup, Ahmi Septari yang salah satu usahanya bergerak dibidang pengolahan Kelapa Sawit (diantaranya pabrik kelapa sawit). Ia mengemukakan, penerapan pajak ekspor CPO itu mengalami kenaikan sampai 30 persen. 
 
‘’Dalam skala tertentu tambah lagi biaya pungutan yang namanya CPO fund,’’ kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) DPD Riau ini. 
 
Seperti diketahui, kenaikan pajak ekspor CPO itu diberlakukan pemerintah RI sejak Mei 2015. Malah disebutkan kenaikannya sampai 50 persen. Pajak ekspor CPO ditetapkan sebesar 50 dollar AS per ton minyak sawit mentah (CPO ). Pajak ini dikenakan jika harga ekspor CPO diatas 750 dolar AS/ton. Pembebanan pajak ini sempat diprotes keras oleh Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara, Federasi Serikat Petani Sawit Indonesia, Asosiasi Petani Plasma Sawit dan Gabungan Serikat Buruh Perkebunan Indonesia. 
 
Sedangkan pungutan CPO fund mulai diberlakukan 16 Juli lalu. Besaran pungutannya 50 dolar AS per metrik ton. Pungutan ini juga diberlakukan terhadap 23 produk turunan CPO lainnya dengan besaran 0-40 dolar AS per metrik ton. Dana pungutan itu ditujukan pemerintah untuk digulirkan pengembangan biodiesel dan mengangkat harga minyak sawit dalam negeri itu sendiri. 
 
  ‘’Saya yakin pemerintah juga akan melihat bagaimana kondisi masyarakat dan apa yang diderita oleh petani kelapa sawit. Tentunya akan ada pembicaraan kedepan soal seperti  apa inginnya pemerintah dan apa yang diharapkan petani. Di Malaysia pajak ekspor tidak ada sehingga petani sawit lebih sejahtera,’’ sebut Ahmi. (cr04/rpc)