Hukum

NU Setuju Koruptor Dihukum Mati

Jakarta-Rekomendasi hasil Muktamar Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang menyebut perlunya penerapan hukuman mati terhadap koruptor di Indonesia, di dukung penuh Kejaksaan Agung.
 
Hal itu dikatakan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono, bahwa Indonesia menganut hukum positif dan memberi ruang untuk pemberlakuan hukuman mati bagi koruptor asalkan terpenuhinya syarat legal formal.
 
"Kita mendukung saja, asalkan legal formal tetap ada. Kita negara hukum dan harus menghormati hukum," ujarnya di Jakarta, kemarin.
 
Pramono menjelaskan, sepanjang hukum positif menyebut bahwa pidana korupsi bisa dijatuhi hukuman mati, bagi Kejaksaan Agung bukan persoalan sulit
 
"Itu tidak masalah, itu kita lakukan dan pasti kita laksanakan," tegasnya.
 
Pasal 2 ayat 2 UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
 
Koruptor dapat dijatuhi hukuman mati jika ia terbukti pernah melakukan korupsi sebelumnya, melakukan korupsi saat negara dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam nasional, atau korupsi saat negara mengalami krisis ekonomi.
 
Di kesempatan terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana menambahkan, meski telah diatur oleh UU, belum ada satu pun koruptor yang dihukum mati oleh pengadilan selama ini.
 
Ketiadaan hukuman mati bagi koruptor itu disebabkan oleh adanya syarat berat yang harus dipenuhi oleh pengadilan jika ingin mengambil nyawa seorang terdakwa korupsi.
 
"Hukuman mati bagi koruptor sebenarnya ada dan diatur, tapi dalam kondisi tertentu. Syarat-syaratnya sangat berat dan sampai sekarang belum pernah satu pun pengadilan memberi vonis hukuman mati kepada koruptor," kata Tony. (rep05/zrc)