Politik

Menteri Tedjo, Jaya di Laut Gagal di Darat

Jakarta - Karier panjang Laksamana (Pur) Tedjo Edhy Purdijatno menyisahkan dua sisi. Sukses di laut, namun ia dinilai gagal di darat. Sejumlah aktivis antikorupsi mendesak Tedjo mundur dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM setelah pernyataannya yang menyerang Komisi Pemberantasan Korupsi. 
 
Di laut, kisah sukses ayah empat anak kelahiran Magelang 20 September 1952 terekam sejak 1994. Seperti dimuat di majalah Tempo, edisi 6 Oktober 2008, saat itu Tedjo bertugas di Komando Lintas Laut Militer atau Kolinlamil. 
 
Tedjo diberi tugas membawa KRI Teluk Lampung-540 dari Jerman menuju Indonesia. KRI Teluk Lampung merupakan salah satu dari 39 kapal yang dipesan Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie untuk armada TNI AL. 
 
Kapal jenis tanker pendarat (landing ship tank) ketika melewati Teluk Biscay, Spanyol dihadang taifun dan kabut tebal. Haluan kapal dihajar ombak besar yang kemudian menerjang pintu hingga jebol. Air laut pun masuk sehingga kapal terancam tenggelam. Sinyal SOS yang dikirim kapal yang dikomandoi Tedjo Edhi ditangkap kapal Prancis. Sinyal ditindaklanjuti tim SAR Spanyol yang langsung mengirim dua helikopter untuk menyelamatkan 51 awak kapal Indonesia dan satu teknisi Jerman.
 
Satu kapal tunda milik Spanyol ikut merapat dekat KRI Teluk Lampung dan berupaya membawa LST itu dari tempat kejadian. Akhirnya kapal berhasil diselamatkan, seluruh anak buah komandan Tedjo Edhy Purdijatno pun berhasil selamat. Selama dua tahun Tedjo memimpin KRI Lampung sebelum menjadi komandan KRI Teluk Semangka-512 tahun 1996.
 
Kisah sukses Tedjo kembali terlihat ketika menjabat Komandan Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar). Dirinya kerap menangkap kapal keruk yang membawa pasir selundupan untuk Singapura. Bukan itu saja komplotan bajak laut di sekitar Batam pun ikut dilibas anak buah Tedjo.
 
Pengalaman menjaga wilayah laut Indonesia membuat Tedjo memikirkan alutsista TNI AL. Kepada Tempo, suami dari Yusfien Karlina bersikap keras soal kebutuhan alutsista TNI AL. "Minimal kita harus punya herder, rottweiler, atau buldog. Kita tidak bisa membeli anjing kampung untuk melawan."
 
Sayang ketika ia menjabat KSAL, Tedjo tidak bisa melawan menyelesaikan kemelut tanah latian Alastlego dengan adil. Setelah kasus penembakan oleh marinir terhadap warga desa Alastlogo. Kejadian yang berlangsung Mei 2007 mengakibatkan empat orang tewas dan delapan orang lainnya terluka. Selaku KSAL Tedjo tetap memutuskan merelokasi 6.524 rumah warga di sepuluh desa dalam wilayah sengketa.
 
Padahal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta TNI AL tidak tergesa-gesa merelokasi warga. Sebabnya Komnas HAM, memiliki bukti otentik atas tanah warga tidak pernah menjual lahan kepada TNI AL meskipun TNI AL juga mengklaim memiliki bukti-bukti kepemilikan. (rep01/tco)