Fokus Rohil

DPRD Riau: Harga Karet Anjlok karena Ada Pabrik yang Bermain Kotor

Pekanbaru-DPRD Riau mencurigai pabrik-pabrik karet melakukan permainan kotor dengan monopoli harga terhadap petani sehingga bernilai rendah yakni hanya berkisar Rp4.500/kg dari harga normalnya Rp20.000/kg beberapa bulan terakhir ini.
 
"Saya sangat prihatin dengan masalah karet ini, kami mencurigai ada permainan kotor antara pemilik pabrik yang satu dengan yang lainnya. Setelah diselidiki ternyata jika petani menjual ke satu pabrik dengan harga rendah, ketika petani pindah ke pabrik lain harganya justru lebih rendah," kata Ketua DPRD Riau, Suparman di Pekanbaru, Rabu.
 
Menurutnya, monopoli tersebut bisa dilakukan karena pabrik karet yang ada hanya dimiliki sekelompok orang.
 
Oleh karena itu, dia mengharapkan peran pemerintah untuk bermusyawarah dengan pemilik pabrik sehingga harga tidak seenaknya ditentukan pemilik.
 
DPRD Riau sendiri, lanjutnya, juga akan mengundang pemilik pabrik untuk mengkonfirmasi dan menanyakan apa masalahnya sehingga harga bisa berbeda dengan tempat lain seperti di Jambi.
 
Pemanggilan tersebut, katanya, akan dilakukan oleh komisi terkait dan juga dengan menghadirkan persatuan atau perkumpulan petani karet.
 
"Masyarakat sangat dirugikan oleh ini. Jika ada indikasi macam-macam atau praktek mafia, kita akan lakukan tindakan yang lebih keras dan upaya hukum lainnya," katanya.
 
Salah seorang petani karet di Bengkalis, Wahidun, 25, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon dari Pekanbaru sangat mengeluhkan anjloknya harga komoditas itu.
 
"Harga karet tahun ini tidak pernah lebih dari Rp10.000/kg, bahkan sudah beberapa bulan terakhir harga karet hanya berkisar lima ribu rupiah," ungkapnya.
 
Dia mengatakan sumber utama pencahariannya adalah menjadi petani karet, namun ketika harga karet hanya lima ribuan seperti ini tidak ada yang bisa didapat, sedangkan harga kebutuhan pokok juga terus naik.
 
Petani karet lainnya, Sri (32), malah harus mencari sumber penghasilan lain dengan cara menjadi buruh cuci rumah tangga guna mencukupi kebutuhan sehari hari karena tidak cukup hanya mengandalkan hasil karet.
 
"Sudah dari awal tahun harga karet tidak membaik, saya harus mencari alternatif lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari," ucapnya. (rep05/ant)