Hio Raksasa Ramaikan Bakar Tongkang

Senin, 24 Juni 2013

Hio raksasa yang di datangkan dari negara tetangga mewarnai acara Bakar Tongkang, Senin (24/6/2013) hari ini. (rep/01)

BAGANSIAPIAPI - Kota Bangansiapiapi terus dibanjiri lautan manusia, sebagian besar diantaranya masyarakat Tionghoa yang akan menyaksikan ritual bakar tongkang, Senin (24/6/2013) hari ini. Sekarang ini, mulai dari persiapan replika rongkang hingga sederet Hio (dupa) raksasa mulai terpajang di berbagai pusat 'kota ikan' itu. Replika kapal tongkang yang terbuat dari kertas, kayu dan bambu nantinya bakal diark menuju lokasi pembakaran di Jalan Perniagaan dari Kelenteng Ing Hok King. Disaat itulah ribuan masyarakat Tionghoa dengan tiga batang hio di tangan setiap orang tampak mengiringi.

Bahkan, sejak Sabtu (22/6/2013) lalu. sederatan hio raksasa tampak berdiri tegak dan gagah tepat disamping Kelenteng Ing Hok King yang sengaja ditangkan warga Tionghoa dari perantauan Singapura, Cina, Malaysia, Thailand hingga negara tetangga lainnya. Prosesi ritual ini memang cukup unik dan sangat menarik wisatawan lokal maupun asing yang seperti tahun sebelumnya berjubel di ruas jalan protokol, mulai Jalan Aman, Sentosa, Kelenteng
hingga Perniagaan. Suhu Kelenteng atau dikenal dengan istilah Tangki nantinya saling bergantian untuk memberikan penghormatan ke hadapan Dewa Ki Huo Ong Ya serta replika tongkang. Bahkan, atraksi magis pun bakal tersaji diacara puncak untuk menguji nyali.

Tokoh masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, Awie menyebutkan, Hoi menyimbulkan ketaatan beragama kepada Sang dewa yang selama ini memberikan anugerah kepada warga Tionghoa itu sendiri. "Hioswa atau lebih populer dengan sebutan pendek hio ini adalah sarana sembahyang utama bagi etnis Tionghoa penganut agama Buddha, Konfusius, Taois dan Hindu. Asap hio yang lurus mengalir ke langit mencerminkan bahwa doa seseorang langsung dikirim dan diterima oleh para dewa di langit," jelas Awie kepada www.rohilonline.com.

Lebih jauh dijelaskan Tokoh Masyarakat Tionghoa ini, ketika pertama kali menyalakan hio, api yang menyala tak boleh dimatikan dengan ditiup, tetapi dikibas-kibaskan sampai mati. "Di kelenteng, biasanya hio dinyalakan dengan api yang berasal dari lilin minyak yang berada di altar para dewa. Setelah bersoja tiga kali, hio ditancapkan pada tempat hio (hio lo,red) di atas altar dewa bersangkutan. Selain dalam kelenteng, hio juga digunakan untuk bersembahyang di tempat-tempat lain. Di samping pintu depan rumah-rumah penganut Konfusianis, Taois dan Buddhis-Chinese, sering kali terlihat tempat tancap hio. Ini disebabkan adanya upacara ritual kecil tiap pagi hari di depan rumah untuk menyembah Thian (Tuhan), bersyukur dan mohon berkat bagi hari yang baru. Setelah bersoja tiga kali ke arah langit, hio ditancapkan pada tempat hio yang berada di samping pintu masuk," urainya.

Lebih jauh dikatakannya, Hio juga digunakan untuk bersembahyang mendoakan para leluhur, maka batang hio dan tempat penancapannya juga selalu ada di meja abu leluhur di rumah-rumah kaum Tionghoa. Lubang kecil khusus tempat penancapan hio juga terdapat pada nisan makam kaum Tionghoa. Satu atau tiga batang hio untuk sembahyang pada Thian dan para dewa, serta dua batang hio untuk sembahyang leluhur.

Yang paling menarik dari cerita ritual bakar Tongkang di kota ikan, Bagansiapiapi itu adalah ketika ribuan manusia yang mengiringi arak-arakan dan berpawai dari Kelenteng Ing Hok King menuju lokasi Pembakaran, juga asap Hio yang terus mengepul ke udara. Akibatnya, cuaca panas yang gerah terbalut kabut asap membuat mata pedih juga menyesakkan dada.

Akibatnya, ribuan pasang mata manusia harus menangis pedih karena perih selama prosesi bakar tongkang diselenggarakan. Cuaca yang terik dalam sekejap berubah menjadi tegang, namun dilalui dengan tenang oleh masyarakat Tionghoa lokal maupun asing. “Di sini kita torehkan harapan dan masa depan. Arah tumbang tiang tongkang kami deskripsikan sebagai acuan kegiatan usaha hingga satu tahun mendatang,” sebutnya kembali menceritakan ritual tongkang. (rep/01)