Ini Dia Dua Orang yang Dianggap Panutan Teroris Indonesia

Selasa, 19 Januari 2016

Jakarta - Lembaga studi Australian Strategic Policy Institute pada Juli 2009 merilis temuannya terkait dengan penanganan narapidana teroris di Indonesia. Menurut Australian Strategic Policy Institute, bebasnya kader Jamaah Islamiyah dan terputusnya mereka dari lingkaran utama kelompok Jamaah Islamiyah, berpeluang menumbuhkan generasi baru kelompok radikal. Beberapa hari kemudian meledaklah bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton.
 
Setelah sekian lama upaya pemberantasan terorisme hanya diisi penangkapan, aksi teror berupa ledakan bom dan penembakan terjadi di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016. Peristiwa itu menjadi bukti belum berhasilnya penumpasan teroris di Indonesia. 
 
Saat ini, setidaknya ada dua guru besar terorisme di Indonesia yang dikaitkan dengan pelaku bom Thamrin. Menurut pengamat terorisme, Zaki Mubarok, dua tokoh yang masih menjadi panutan teroris itu adalah Abu Bakar Baasyir dan Oman Abdurahman.
 
1. Abu Bakar Baasyir
 
Abu Bakar Baasyir mengawali kiprahnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Sukoharjo, Jawa Tengah pada 10 Maret 1972. Ia mengajar bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase, dan Abdullah Baraja. 
 
Baasyir dan Sungkar melarikan diri ke Malaysia pada 11 Februari 1985 karena kasusnya masuk kasasi, dan keduanya dikenai tahanan rumah. Mereka melarikan diri ke kawasan Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia, dan mulai membangun jaringan Jamaah Islamiyah. 
 
Pelarian Baasyir berakhir ketika November 1998 pulang ke Indonesia. Kepulangannya itu disambut gembira pendukungnya dan menjadi jilid baru gerakan terorisme di Indonesia.
 
Bekas siswa Pondok Pesantren Gontor ini kemudian melepaskan diri dari organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sejak 19 Juli 2008. Sebagai gantinya, ia membuat organisasi baru, Jamaah Anshori Al Tauhid (JAT).
 
Keterlibatan terakhir Baasyir adalah sewaktu berperan besar pada pelatihan militer Maret 2010 di hutan daerah Jantho, Aceh Besar. Abdul Haris alias Haris Amir Falah, amir JAT Jakarta dalam kesaksian pada Maret 2011, menyebut amir JAT Pusat Abu Bakar Baasyir pernah memerintahkan dia untuk membantu mengumpulkan infak yang dipakai untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar. Instruksi disampaikan Baasyir dalam pertemuan di Rumah Makan Abunawas di daerah Matraman, Jakarta Pusat.
 
2. Oman Abdurahman alias Abu Sulaiman
 
Nama Oman lebih nyaring terdengar setelah bom Thamrin. Salah satu pelaku, Afif, disinyalir merupakan anak didiknya di penjara Cipinang. Siapa sebenarnya Oman?
 
Awalnya Oman merupakan imam tetap Masjid Jami’ Al Sofwa yang menaungi Yayasan Al Sofwa, sebuah institut salafi. Pada 2003-2004, Oman bertemu Harun, alumnus Ambon dan Poso, di Masjid At-Taqwa, Tanah Abang. 
 
Menurut Direktur Riset Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie, Harun kemudian melatih Oman dan murid-muridnya. Pelatihan meliputi latihan fisik, penyamaran, penguasaan senjata, dan pembuatan bom. Pada 22 Maret 2004, saat berlatih di Cimanggis, bom meledak. Oman dan muridnya ditangkap. Pada 2 Mei 2005 Oman divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Cibinong.
 
Dari dalam penjara Sukamiskin, Bandung, Oman Abdurrahman memberikan ceramah di dalam penjara. Pendengarnya termasuk dari luar penjara. Dalam dakwahnya ia menggunakan telepon seluler untuk menyampaikan materi.
 
Salah satu "pemirsa" ceramah jarak jauh Oman adalah Abdullah Sunata yang ketika itu berada di penjara Cipinang. Sunata mendengarkan ceramah Oman dengan telepon seluler. Ketika Oman bebas pada 4 Juli 2008, ia setia mengunjungi Sunata. Sunata sendiri setelah mendapat remisi satu tahun, ia bebas pada 1 Maret 2009.
 
Oman menamai kelompok pengajiannya “Jamaah Tauhid Wal Jihad”. Muridnya antara lain Gema Awal Ramadhan, Agam Fitriadi, dan Yudi Zulfahri yang direkrut di penjara Sukamiskin. Alumnus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab, Jakarta, banyak menerjemahkan karya ulama garis keras, seperti Abu Muhammad al-Maqdisi dari Yordania. Bersama Lutfi Haedaroh, ia juga menerjemahkan buku-buku perjuangan jihad.
 
Pada 20 Desember 2010 Oman divonis 9 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Oman terbukti membantu pembiayaan pelatihan di Jantho, Aceh Besar. Penerus Oman Abdurahman pada jaringan Tauhid Wal Jihad adalah Sigit Qurdowi yang memimpin Hisbah Solo. Peledakan Masjid Al-Dzikra di kompleks Kepolisian Resor Kota Cirebon oleh M. Syarif merupakan salah satu karya Sigit.
 
Kini, nama Oman kembali muncul di bom Thamrin sebagai guru dari Afif alias Sunikem, yang juga ikut pelatihan militer di Aceh 2010 lalu. (rep05)